AL-HAKIM
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Pendidikan Ke-Warganegara-an
Dosen
Pengampu Ali Imron, M.Pd.I
Disusun
Oleh :
1. Muhammad
Daris Fithon 123211055
2. Imam
Riza Kurnia 123211039
3. Satrio
Dwi Putranto 123211045
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
I. PENDAHULUAN
Kebijakan memberikan wewenang terhadap daerah otonom, telah
berlangsung sejak masa Khulafa’ur Rasyidin. Khalifah Umar bin Khattab telah
mencetuskan pemerintahan untuk provinsi, yang dalam hal ini dipimpin Gubernur.
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah,
dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan kearifan
lokal.
Urgensi otonomi daerah harus ada terhadap kemajuan sebuah
negara. Termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dalam konteks wilayah
NKRI terbentang luas, harus adanya perwakilan untuk mengatur, mengelola,
mensejahterakan, dan menjaga kedaulatan NKRI.
II. RUMUSAN MASALAH
A.
Arti Otonomi Daerah
B.
Arti
Penting Otonomi Daerah - Desentralisasi
C.
Model
Desentralisasi
D.
Pusat
dan Daerah dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
III.
PEMBAHASAN
A.
Arti Otonomi Daerah
Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat
diartikan sebagai mandiri. Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan
sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri.
Menurut pendapat yang lain, bahwa otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah
otonom sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Salah
satu aspek penting otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat sehingga
mereka dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
penggerakkan, dan pengawasan dalam pengelolaan pemerintahan daerah dalam
penggunaan sumber daya pengelola dan memberikan pelayanan prima kepada publik.
Uraian diatas menunjukkan peranan administrasi
negara dalam penyelengaraan otonomi daerah. Kebutuhan akan pentingnya
administrasi negara terutama posisinya dalam penyelenggaraan otonomi daerah
menjadi penting pada saat kita memasuki otonomi daerah yang dicanangkan pada
tanggal 1 Januari 2001. Sehingga otonomi daerah semakin dituntut dalam
pelayanan kepada masyarakat dan kesejahteraan umum.
B.
Arti
Penting Otonomi Daerah - Desentralisasi
Bapak
proklamator Mohammad Hatta mengatakan, bahwa memberikan otonomi daerah tidak
saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya auot
aktiviet tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, pemerintahan yang
dilaksanakan oleh rakyat, untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya
sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri. Ini
mengandung arti penting, bahwa otonomi daerah sangat dibutuhkan dalam sebuah
negara.
Menurut undang-undang No. 5 tahun 1974 yang
mengatur tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dibentuk . Undang-Undang ini
telah meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam
tiga prinsip : pertama, desentralisasi yang mengandung arti penyerahan
urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah
bawahnya. Kedua, dekonsentrasi yang berarti pelimpahan wewenang dari
pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya
kepada pejabat di daerah. Ketiga, tugas perbantuan (medebiwind) yang
berarti pengkoordinasian prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala
daerah, yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal di daerah dan wakil
pemerintah pusat di daerah. Akibat prinsip ini dikenal adanya daerah otonom dan
wilayah administratif.
Tujuan
desentralisasi sebagaimana dikemukakan oleh Eko Prasodjo dkk, terdiri dari
tujuan yang bersifat politis terkait erat dengan perwujudan demokrasi lokal dan
penguatan partisipasi masyarakat, dan tujuan yang bersifat administratif
terkait erat dengan penciptaan efesiensi dan efektivitas dalam pemerintahan dan
pembangunan.
Perjalanan
desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari proses bertumbuhnya negara, pertama,
istilah desentralisasi telah muncul kepermukaan sebagai paradigma baru
dalam kebijakan administrasi pembangunan sejak dasawarsa 1970-an. Kedua, di
Indonesia pada pra kemerdekaan, penjajah telah menerapkan desentralisasi yang
bersifat sentralistis, birokritis, feodalistis untuk kepentingan mereka. Pada
masa penjajah Belanda menyusun suatu hierarki Pangreh Praja Bumiputra, dan
Pangreh Praja Eropa yang harus tunduk kepada Gubernur Jenderal. Dikeluarkannya
Decentralisatie Wet 1903,yang ditindaklanjuti dengan Bestuurshervorming Wet
1922, menetapkan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sekaligus
membagi daerah-daerah otonom yang dikuasai Belanda menjadi gewest (identik
provinsi), regentschap (kabupaten), dan staatsgemeente (kotamadya). Penjajah
jepang pada dasarnya melanjutkan sistem penjajah Belanda. Ketiga, sejak
pemerintahan Republik Indonesia, beberapa undang-undang tentang pemerintahan
daerah telah ditetapkan dan silih berganti. Tahun 1959 berlaku de facto
federalism, yaitu lemahnya kekuatan pusat atas daerah seiring dengan turunnya
efektivitas kekuasaan pusat dan menjamurnya gerakan separatisme. Dekrit 5 Juli
1959 menandai sentralisasi sepenuhnya ditangan pusat hingga tahun 1966.
Ada
beberapa alasan mengapa Indonesia membutuhkan desentralisasi. Pertama, kehidupan
berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta
(Jakarta-centris). Sementara itu, pembangunan di beberapa wilayah lain
dilalaikan. Kedua, pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata.
Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan melimpah, seperti Sumatera, Irian
Jaya (Papua), Kalimantan, dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan dana
yang patut dari pemerintah pusat. Ketiga, kesenjangan sosial (dalam
makna seluas-luasnya) antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.
C.
Model Desentralisasi
Rondinelli membedakan
empat bentuk desentralisasi, yaitu 1) Deconcentration, 2) delegation to
semi-autonomous and parastatal agencies, 3) devolution to local governments, 4)
nongovernments institutions (privatization). Dalam konteks Indonesia dikenal
bentuk tugas pembantuan.
1. Dekonsentrasi
Deconcentration atau
dekonsentrasi, hanya berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat
kepada perwakilannya yang ada di daerah, tanpa adanya penyerahan atau
pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat
keputusan.
Dekonsentrasi ini dapat
ditempuh dengan dua cara : pertama, transfer kewajiban dan bantuan
keuangan dari pemerintah pusat kepada propinsi, distrik dan unit administrasi
lokal. Kedua, koordinasi unit-unit pada level sub-nasional atau melalui
intensif dan pengaturan perjanjian (kontrak) di antara pemerintah pusat dan
daerah serta unit-unit tersebut.
2. Delegasi
Delegation to
semi-autonomous and parastatal agencies adalah perlimpahan pengambilan
keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada
suatu organisasi yang tidak secara langsung berada di bawah pengawasan
pemerintah pusat.
Di beberapa negara
berkembang, bentuk delegasi ini dilaksanakan dengan memberikan tanggung jawab
kepada korporasi publik, agen-agen pembangunan regional, pemegang otoritas
fungsi-fungsi khusus, unit implementasi proyek yang bersifat semi otonomi dan
beberapa organisasi lainnya.
3. Devolusi
Devolusi adalah kondisi
dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar pemerintah
pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu,
untuk dilaksanakan secara mandiri.
Salah satu contoh devolusi
adalah di Sudan yang mana komisi provinsi dan DPRD provinsi mempunyai kewajiban
hampir seluruh fungsi-fungsi publik kecuali keamanan nasional, pos komunikasi,
urusan luar negeri, perbankan, dan peradilan.
4. Privatisasi
Privatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah
kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat, tetapi dapat pula
merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta.
Melalui privatisasi pemerintahan menyerahkan tanggung jawab fungsi-fungsi
tertentu kepada organisasi nirlaba atau mengizinkan mereka membentuk perusahaan
swasta. Misalnya BUMN dan BUMD dilebur menjadi Perusahaan Terbatas (PT). Dalam
beberapa hal misalnya pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar
Dagang dan Industri, Koperasi dan Asosiasi lainnya untuk untuk mengeluarkan
izin-izin yang semula dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal kegiatan sosial,
pemerintah memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dalam hal seperti pembinaan kesejahteraan keluarga, koperasi
petani, dan koperasi nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial, termasuk
melatih dan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat.
5. Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan (medebewind) merupakan pemberian kemungkinan dari
pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan
kepada pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan
tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang tingkatannya lebih atas.
Kewenangan yang diberikan kepada daersh adalah kewenangan yang bersifat
mengurus, sedangkan kewenangan mengatur tetap menjadi kewenangan pemerintah
pusat/pemerintah atasnya.
D.
Pusat
dan Daerah dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
Dalam mengaktualisasikan kewenangan mengatur, khususnya dalam menyusun,
menetapkan, dan mengesahkan peraturan daerah sejak diberlakukannnya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kewenangan mulai ada pada daerah. Banyak
kebijakan bisa diputuskan dengan cepat dan memungkinkan pelayanan berjalan
dengan baik.
Hal ini berarti tambahan kekuasaan dan tanggung jawab diserahkan kepada
pemerintah daerah, serta membentuk sistem yang lebih terdesentralis
dibandingkan dengan sistem dekonsentrasi dan koadministratif di masa lalu (UU
No.5/1974 dan UU No.5 1979).
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dibentuk berdasarkan atas tuntutan
masyarakat akan perlunya daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
sebagai dampak negatif dari proses sentralisasi yang terlalu lama di era orde
baru. Oleh karena tuntutan begitu mendesak dan harus direspon dalam waktu yang
singkat, pihak pemerintah dan DPR-RI menetapkan undang-undang tersebut. Namun
sesuai proses yang mendesak, tentu banyak kelemahan. Berikut kelemahan yang dapat
diamati adalah :
1. Pembagian Daerah
Belum/tidak cukup jelas
mengatur pembagian daerah. Apakah didasarkan pada luas wilayah, tingkat
pendapatan/penghasilan daerah dan atau budaya masyarakat.
2. Pembentukan dan Susunan Daerah
Tidak rinci, hanya
didasarkan atas prakarsa dan kehendak masyrakat. Kriteria susunan daerah
dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial
budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan lain-lain. Kriteria
seperti ini, bisa saja menimbulkan ketidakpastian hukum tentang keberadaan
suatu daerah.
3. Kewenangan Daerah
Kondisi seperti ini akan
tetap menempatkan pusat sebagai pihak yang lebih tinggi dari provinsi, kemudian
provinsi sebagai pihak yang lebih tinggi dari kabupaten / kota. Sehingga
harapan untuk menjadikan titik berat otonomi daerah pada Daerah Tingkat II
(kabupaten/kota) tidak tercapai.
4. Tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Belum memberikan
kewenangan yang sungguh kepada DPRD sebagai lembaga legislatif dengan tidak
jelasnya kedudukan DPRD dalam pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah
daerah.
5. Tentang Perangkat Daerah
Daerah mempunyai wewenang
mengankat perangkat daerah, akan tetapi tidak ada kejelasan kewenangan daerah
merekrut perangkat daerah di luar struktur pemerintahan sebelumnya (lama).
6. Keuangan Daerah
Belum mencerminkan otonomi
penuh daerah untuk menentukan jumlah anggaran dan pengaturannya. Masih
mengikuti proses sentralisasi.
7. Hubungan Pusat dan Daerah
Harus ada batasan yang
jelas hubungan antara pusat, provinsi, kabupaten/kota. Dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi, kabupaten dan kota.
Masing-masing untuk berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu
sama lain.
Sejalan dengan reformasi,
tiga tahun setelah implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dilakukan
peninjauan dan revisi terhadap
Undang-undang yang berakhir pada lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, yang juga mengatur tentang pemerintah daerah. Menurut Sadu Wasistiono,
hal-hal penting yang ada pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah dominasi
kembali eksekutif dan dominasinya pengaturan tentang pemilihan kepala daerah
yang bobotnya hampir 25% dari keseluruhan isi Undang-undang tersebut (Bab IV
Bagian Delapan mulai pasal 56-119).
IV.
KESIMPULAN
Otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Berdasarkan penelitian dan
pengamatan di lapangan, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak
sesuai dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah. Oleh karena itu, disusunlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti undang-undang tersebut.
Sejalan dengan
diberlakukannya undang-undang tersebut dan diterapkannya prinsip-prinsip
otonomi daerah, maka bersamaan dengan itu pula muncul kendala-kendala yang
harus diatasi segera dalam tatanan pemerintah daerah.
V. PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bersama, bahwa otonomi daerah mempunyai peran penting terhadap kelangsungan tata negara yang ada dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Demikianlah pembahasan makalah sekelumit tentang Otonomi Daerah, kami sebagai pemakalah,
menyadari bahwa makalah yang kami sampaikan
sangat jauh dari kesempurnaan. Karena kesempurnaan hanya milik Allah,
dan kesalahan milik kami. Maka dari itu, perkenankanlah kami, meminta kritik
dan saran dari pembaca guna memperbaiki makalah kami selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri dan pada
umumnya untuk pembaca. Amien
Dan akhir kata, pemakalah mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata, baik
berupa sistematika penyusunan, maupun isi serta penyampaian makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ubedilah, A.dkk. 2000. Demokrasi,HAM,dan
Masyarakat Madani.Jakarta.
Indonesia Center for Civic Education.
Kuncoro, Mudrajad, Ph.D . 2004. Otonomi dan
Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarat.Erlangga