Minggu, 17 Maret 2013

Penghormatan kepada Nabi bukan Kultus

PENGHORMATAN BUKAN BERARTI PENYEMBAHAN ATAU PENGKULTUSAN

Guru : “Anak-anak siapa yang tahu kapan Muhammad dilahirkan?”
Murid : “Aku tahu Bu, kata ayahku tanggal lahirnya 13 Juni 1976!”
Guru : “Salah, yang benar 12 Rabiul Awal tahun Gajah!”
Murid : “Ohh… Nabi Muhammad, kirain tanggal lahir ayah! ,ayahku namanya Muhammad, Abis ibu gak pake gelar Nabi atau sayyidina sih..!”

Umum difahami, memanggil seseorang disandingkan dengan kedudukan, derajat, pangkat bahkan kasta-nya. Seorang yang dituakan, dimuliakan, dihormati, disayangi patut dipanggil dengan panggilan yang sesuai, Panggilan bapak-ibu, ayah-bunda, kakak-adik, tuan-nyonya, kyai-ajengan, syeikh, dsb, ini adalah adat yang umum dan baik.
Raja dan bangsawan biasa dipanggil paduka yang mulia, Raja Saudi biasa dipanggil oleh Assyekh Bin Baz dengan “صاحب السمو asshobussumu” . orang salafi-wahabi menyebut imamnya dengan sebutan Syekk.

……LANTAS MASIH SANTUN KAH MEMANGGIL NABI SAW DENGAN "MUHAMMAD" SAJA ???

Perkara memanggil nabi dengan namanya saja tidak dilarang, karena pada hakikatnya tidaklah terkait dengan dalil atau hujjah namun bagian dari akhlak, bahkan yang aneh justru kalau sholawat pakai sayyidina/maulana jadi bid’ah dan pelakunya tidak mendapat pahala tapi menjadi siksa! Kok bisa…
Salafi-Wahabi membid’ahkan panggilan Sayyidinaa atau Maulana didepan nama Muhammad Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam, dengan alasan bahwa Rasulullah SAW sendiri yang menganjurkan kepada kita tanpa mengagung-agungkan dimuka nama beliau SAW Memang golongan ini mudah sekali membid’ahkan sesuatu amalan tanpa melihat motif makna yang dimaksud Bid’ah itu apa..
Syeikh Muhammad Sulaiman Faraj dalam risalahnya yang berjudul panjang yaitu Dala’ilul-Mahabbah Wa Ta’dzimul-Maqam Fis-Shalati Was-Salam ‘An Sayyidil-Anam dengan tegas mengatakan: Menyebut nama Rasulullah SAW dengan tambahan kata Sayyidina (junjungan kita) didepannya merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim yang mencintai beliau SAW Sebab kata tersebut menunjukkan kemuliaan martabat dan ketinggian kedudukan beliau. Allah SWT memerintahkan ummat Islam supaya menjunjung tinggi martabat Rasulullah SAW, menghormati dan memuliakan beliau, bahkan melarang kita memanggil atau menyebut nama beliau dengan cara sebagaimana kita menyebut nama orang diantara sesama kita. Larangan tersebut tidak berarti lain kecuali untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan Rasulullah SAW
Dalam Al-Qur'an Surat AnNur ayat 63 Allah SAW berfirman :

لاَ تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain)". Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nur : 63)

Kata "kamu" yang dimaksud dalam ayat diatas adalah sahabat Rasul, orang muslim atau umat Nabi Muhammad SAW, bukan orang munafik atau orang kafir/musyrik Qurais.
Karena saat itu orang kafir/musyrik Qurais memanggil Rosul dengan sebutan yang merendahkan Nabi Muhammad SAW.
Dalam tafsirnya mengenai ayat diatas ini Ash-Shawi mengatakan: Makna ayat itu ialah janganlah kalian memanggil atau menyebut nama Rasulullah SAW cukup dengan nama beliau saja, seperti Hai Muhammad atau cukup dengan nama julukannya saja Hai Abul Qasim. Hendaklah kalian menyebut namanya atau memanggilnya dengan penuh hormat, dengan menyebut kemuliaan dan keagungannya. Demikianlah yang dimaksud oleh ayat tersebut diatas. Jadi, tidak patut bagi kita menyebut nama beliau SAW tanpa menunjukkan penghormatan dan pemuliaan kita kepada beliau SAW, baik dikala beliau masih hidup didunia maupun setelah beliau kembali keharibaan Allah SWT yang sudah jelas ialah bahwa orang yang tidak mengindahkan ayat tersebut berarti tidak mengindahkan larangan Allah dalam Al-Qur’an. Sikap demikian bukanlah sikap orang beriman.

Menurut Ibnu Jarir rahimahullah, dalam menafsirkan ayat tersebut, Qatadah mengatakan : Dengan ayat itu (An-Nur:63) Allah memerintahkan ummat Islam supaya memuliakan dan mengagungkan SAW.
Dalam kitab Al-Iklil Fi Istinbathit-Tanzil Imam Suyuthi mengatakan: Dengan turunnya ayat tersebut Allah melarang ummat Islam menyebut beliau SAW atau memanggil beliau hanya dengan namanya, tetapi harus menyebut atau memanggil beliau dengan Ya Rasulullah atau Ya Nabiyullah. Menurut kenyataan sebutan atau panggilan demikian itu tetap berlaku, kendati beliau telah wafat.
Dalam kitab Fathul-Bari syarh Shahihil Bukhori juga terdapat penegasan seperti tersebut diatas, dengan tambahan keterangan sebuah riwayat berasal dari Ibnu ‘Abbas ra. yang diriwayatkan oleh Ad-Dhahhak, bahwa sebelum ayat tersebut turun kaum Muslimin memanggil Rasulullah SAW hanya dengan Hai Muhammad, Hai Ahmad, Hai Abul-Qasim dan lain sebagainya. Dengan menurunkan ayat itu Allah SWT melarang mereka menyebut atau memanggil Rasulullah SAW dengan ucapan-ucapan tadi. Mereka kemudian menggantinya dengan kata-kata : Ya Rasulallah, dan Ya Nabiyallah.

Dalam ayat diatas dapat ditafsirkan bahwa janganlah kamu memanggil Rasul atau Nabi sama seperti kita memanggil teman kita sendiri.
Misalkan kita punya teman namanya "Budi", lalu kita menyapa : Budi apa khabar?, atau Pak Budi, Mas Budi atau Dik Budi apa khabar? Itu kepada teman kita.

LALU BAGAIMANA CARA MEMANGGIL ATAU MENYEBUT NABI/RASUL?
Caranya ya jangan seperti kita menyebut/memanggil teman kita seperti diatas:
1. Bisa menggunakan kata-kata "sayyidina" didepan namanya, misalkan sayyidina Muhammad SAW. Contohnya :Allahumma salli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala ali sayyidina Muhammad.
“Aku junjungan (sayyid) bagi semua anak-cucu Adam as, dan aku mengatakannya tanpa kesombongan” …diriwayatkan oleh al-Syaykhâni (al-Bukhârî dan Muslim)

2. Atau menggunakan kata-kata "Rosulullah" didepan namanya, atau dibelakang namanya, misalkan 'Rosulullah Muhammad SAW' atau 'Muhammad Rosulullah'

Contohnya :Allahumma salli 'ala Rosulillah Muhammad SAW wa 'ala alihi wa shohbihi wa dhurriyyaatihi.
Contoh lain : Dalam dua kalimat syahadat (yang sering digunakan untuk adzan dan iqamah) "Asyhadu anlaa ilaaha illaloh, wa asyhadu anna Muhammad-'Rasulullah'.

Lantas bagaimana mengucapkan sholawat nabi di dalam sholat?, sebagaimana hadist nabi : Sholatlah kalian sebagaimana (kalian) melihat aku sholat (HR Bukhori, Muslim, Ahmad).
Bukankah Nabi sendiri didalam sholat ketika membaca sholawat menyebut nama beliau sendiri tanpa menggunakan sayyidina?

Untuk kasus ini kita harus tahu diri, harus ngaca diri artinya tahu siapa diri kita dan tahu siapa nabi. Disini kita harus menggunakan akal pikiran logika kita, kita harus tahu adab dan sopan santun terhadap nabi.
....dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (QS Yunus :100)
Seseorang saja kalau dia keturunan ningrat, bangsawan atau masih ada keturunan darah biru terkadang orang itu mencantumkan gelar kebangsawanannya misalkan "raden", "roro", "tubagus" dll di depan namanya.

Kembali ke dalil, sekali lagi bahwa dalil AlQur'an adalah dalil tertinggi, jika ada hadist nabi yang bertentangan atau seolah-olah bertentangan dengan dalil Al-Qur'an maka kita harus tetap berpedoman pada dalil Al-Qur'an.
INGAT !!!
Penghormatan Bukan Berarti Penyembahan Atau Pengkultusan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar