Sabtu, 22 November 2014

Tak ada (lagi) intervensi

Aku mulai percaya dengan keberadaan Tuhan, rasa keraguan pada Nya pun mulai terkikis oleh sang waktu. Aku bukan kelompok atheis yang tak menganggap eksistensi sang pencipta, sang pengatur jagad serta sang pemilik semesta ini. Aku bukan pula seorang yang memuja benda benda keramat untuk dijadikan Tuhan saya, bukan pula penyembah benda benda besar bak nabi Ibrahim mencari Tuhan pada hal yang baru ditemui oleh-nya, ya benda besar yang lebih besar dan akhirnya mengantarkan dirinya pada Dzat tak berwujud nyata namun menenangkan hati serta pikiran.
Aku hanyalah pencari kebenaran akal pikiran saya di tengah kegaduhan lingkungan saya, paling tidak mencari pembenaran mereka gaduh dengan kalam kalam Nya. sesering pengkajian dimulai untuk menemukan eksistensi Nya, semakin membuat kita terbang diatas angin. Menembus sekat langit, tak sadarkan diri bak pemabuk dan pecandu narkoba menikmati fly, penenangan hati yang gaduh, galau, resah, kesal, sebal dan sesama saudaranya.
Setiap orang akan menemukan jalan menuju Tuhan dengan berbagai caranya Tuhan menyajikan jalan untuk menuju jalan kebenaran, selama kita membuka mata hati kita , percayalah kita ada dalam kebenaran sejati.
Lantas bagaimanakah kita menyikapi semuanya, jalan menuju Gusti? Bukan berarti takdir Tuhan diatas segala galanya. Bukan berati hak prerogatif Tuhan akan membelenggu kita? Kita masih punya dassar untuk berbuat, Tuhan tak akan mengubah nasib kaum selagi kaum itu tak mau mengubah diri sendirinya atau berapa banyakkah ayat tentang urgensi berpikir dan bertindak? Tadzakkarun ta’qilun tafakkarun yang semuanya mempunyai arti serta maksud yang sama.
Mulailah mulailah dan mulailah untuk sejenak percaya pada diri dan kekuatan kita, kekuatan batin kita kekuatan pikiran kita. Hidup itu yang menentukan kita, bukan intervensi  atau bahkan intimidasai oleh keluarga, saudara, sahabat, teman atau masayarakat. Mereka hanyalah mewarnai bukan penentu kehidupan kita. Percayalah pada diri sendiri dan percayalah pada Nya, sang Gusti.
Diakhir tulisan ini, akan mengutip sebuah maqalah dalam syair alfiyah ibn malik sang literatur kitab yang fenomenal. Terlahir di benua yang bukan mayoritas Islam-untuk sekarang- tapi melahirkan tokoh tokoh yang tak diragukan lagi dalam pemikiran pemikiran Islam, inilah eropa masa silam.
ومن ضمير الرفع ما يستتر "  كا فعل اوافق نغتبط اذ تشكر

Suatu keberhasilan seseorang itu tak akan terlihat, tersimpan rapi oleh Nya # maka lakukanlah yang engkau yakini, ikhlas serta qana’ah dalam menjalaninya dan akhirnya kamu akan merasakan taqdir yang baik itu (keberhasilan) dengan rasa syukur pada Nya.          

Celoteh yang (tak) ada referensi

Jutaan kata tlah aku selesai membacanya, bahkan tak jarang pula ada kosa kata yang menyangkut. Jutaan kata telah tertanam rapi, tersusun secara sistemik. Jutaan kata membentuk semangat baru, menata kehidupan kelak.
Berbagai literatur tlah aku selesaikan baca tuk menyemangati diri sendiri, hidup pada masa sekarang dan merencanakan masa depan. Paling tidak, menghibur diri sendiri atau lebih parahnya lagi adalah membenarkan niatan saya. Manuskrip-manuskrip yang mencantumkan ungkapan mutiara dari para ilmuwan, cendikiawan, ulama, pastur, romo, uskup, bhiksu, pandhita, ustadz, kyai, habib, pemimpin rakyat, dan tokoh masyarakat. Bahkan tak jarang pula, kata-kata itu telah di implementasikan dalam kehidupan saudara-saudara kita pejuang sesuap nasi.
tanpa disadari, mutiaara tersebut telah membius pikiran saya. Seketika it, saya langsung diam membius, memperhatikan dengan serius (Inshot). Seketika pun, saya mengamininya dan tak ada memori saya “yang” mencoba tuk menolak kata-kata itu. Seketika pun, saya langsung punya semangat baru, mindset baru, semacam pencerahan dari Gusti dengan perantara manuskrip, literatur,mutiara kata bijak dari tokoh penyemangat hidup (red.motivator).
yah, mutiara bijak itu ialah semangat menata hidup, Rekontruksi kehidupan. Setelah menelaah kata-kata itupun saya tersugesti tuk kembali memulai hidup dengan penuh semangat menyonsong kehidupan kelak, kesuksesan masa depan.
Namun setelah penelaahan, merenung dan siap tuk mengimplementasikan dalam kehidupan. Apa daya? sifat malas, bosan, jenuh dan lain sebagainya menghampiri. Dan ketika sudah menjelma dalam alam bawah sadar saya, saya pun mencoba membenarkan sifat malas(aras-arasan).
Mulailah saya menyusun lagi, mencari kekuatan semangat lagi dengan mambaca, menelaah, mendengarkan atau menyaksikan dari para motivator. Dan akhirnya pun, sesering saya mengkaji ujung-ujungnya pun bermuara pada sifat aras-arasan (lagi). Saya mencari pembenaran dari yang saya rasakan, ’’yah, biarkan sajalah nikmati sifat malas ini, biarkan saya bermaksiat dulu nanti juga pasti Tuhan akan menunjukkan saya ke jalan Nya, memberikan hidayah dan taufiq Nya pada saya, dan saya pasti bisa sukses”
Seketika hati, pikiran, dan jiwa saya pun merasa nyaman setelah pembenaran hal itu. tapi seketika, saya bertanya pada diri sendiri. Siapakah anda? Siapakah yang akan menjamin bahwa sampian akan mendapatkan hidayah? Siapakah yang menjamin bahwa sampian akan mendapatkan ilmu yang luas? Mendapatkan wawasan yang dalam? Adakah yang menjamin, bahwa anda akan sukses dunia dengan harta yang melimpah? Siapakah anda? Anda keturunan kyai kah? Keturunan habib kah? dan adakah yang menjamin bahwa anda akan masuk surga? Atau pula ada yang menjamin anda tak akan di tanyai oleh malaikat dua di alam barzah kelak?
Fundamental mental kita ialah bercita cita yang tak realistis, hidup dengan mimpi. Teringat dengan Jamaluddin ar-Rumi yang mengatakan “kita terlahir dalam keadaan tidur, kita hidup dalam keadaan mimpi dan kita mati sebelum kita terbangun”. Mungkinkah nanti saya akan merasakan hal yang Jamaluddin ungkapkan, mati sebelum terbangun? Dan saat itu pula, hidayah Tuhan belum nyasar ke dalam kehidupan saya. Saya masih terjerumus dalam sifat kejelekan, terjerumus dalam lubang jalanan digilas kaki sang waktu yang sombong, dan mimpi-mimpi mendapatkan hidayah akan terkubur bersama tumpukan tanah. Tuhan pun lebih memilih bertemu saya lebih cepat dari perkiraan saya. Mungkin Tuhan rindu dengan saya, Tuhan tak memberikan hidayah pada saya dan memilih saya tuk bertemu dengan Nya dengan keadaan bahwa saya belum sempat terbangun. Budayawan Cak Nun pun mengingatkan “Menggeliatlah dari matimu”. Lantas adakah naluri tuk menghapus niatan pembenaran rasa jelek itu? Bismillahirrahmanirrahim La haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adhim, tak ada kekuatan selain kekuatan Mu ya Gusti. Ihdinassiratal mustaqim,.