Mereka
adalah orang yang didalam hatinya terdapat kepentingan ilmu, mereka adalah
makhluk intelijen Tuhan untuk ikut turut serta mentransfer ilmu Tuhan, mereka
diciptakan Tuhan dari ketidak tahuan menjadi mengerti dari mengerti menjadi
memahami dan dari memahami menjadi memahamkan orang lain.
Mereka
terbebas dari sarat kepentingan dunia, dihati mereka terlepas jabatan bahkan tak terlintas dibenak pikiran serta hati
mereka untuk dipuja oleh masyarakat. Namun, janji Allah dalam meluhurkan
orang-orang berilmu tak pernah dusta, firman Allah SWT :
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujaadillah
: 11)
Begitulah
Allah meninggikan derajat mereka yang berilmu, mereka yang mengajari
orang-orang yang belum mengetahui menjadi paham, dari yang sudah mengerti
menjadi paham, mereka adalah Guru, mereka adalah Mua’llim, mereka adalah
teacher.
Namun
pada hakikatnya, tak semua orang diciptakan menjadi seorang guru. Tripikal
orang berbeda-beda, dengan takdir Tuhan yang telah digariskan pada dirinya.
Ditelusuri dari benang merahnya, tak sepantasnya mereka yang tak mempunyai jiwa
keguruan terjun pada bidang pendidikan.
Tugas
seorang guru yang begitu besarnya, menyangkut kunci keberhasilan anak didiknya,
menyangkut kemajuan bangsa dan negaranya. Tugas begitu besar yang diberikan
oleh guru untuk turut menjaga estafet keilmuan, tidak semata-mata dilakukan
hanya sebagai formalitas belaka. Selayaknya, seorang guru terbebas dari
kepentingan duniawi entah itu gaji, jabatan atau sertifkasi yang tengah marak
di negeri penggila ilmu ini.
Kita
coba tengok dan kaji bersama, beberapa literatur yang telah mengupas seluk
beluk keilmuan demi mencerdaskan para penggila ilmu. Mereka tak pernah
terlintas dibenak pikiran mereka apakah saya akan digaji, apakah saya akan
dipanggil guru atau tidak? Yang ada di pikiran mereka hanyalah semoga
bermanfaat bagi yang membaca dan bagi yang mempelajarinya.
Guru
adalah seorang yang ahli dalam bidang keilmuan tertentu, yang mereka telah
gelutinya dengan belajar beberapa tahun untuk mendapat legitimasi sarjana
pendidikan. Makanya tak diragukan lagi kredibilitas keilmuan mereka. Mereka
telah teruji, mereka telah terlatih untuk menghadapi dunia pendidikan.
Namun
kenyataannya, tak jarang banyak orang yang belum memiliki kredibilitas dan
legitimasi untuk mengajar justru telah mengajar di sekolah-sekolah. Atau justru
banyak orang yang telah memiliki legitimasi mengajar dengan satu ilmu, malah
mengajar bidang ilmu lain. Mari kita tengok para ulama salaf, imam Syafi’i beliau
ahli dalam bidang fiqh, beliau juga ahli tafsir, dan hadits namun beliau lebih
fokus pada bidang ilmu fiqh. Imam Ghazali, kita kenal bersama dengan ulama
tasawuf, namun beliau bukan orang yang tak paham dengan hadits, fiqh, tafsir dll,
namun beliau lebih fokus pada bidang tasawufnya. Dari sinilah, selayaknya
seorang guru untuk bisa fokus pada keahliaan bidang ilmu yang mereka gelutinya.
Pahlawan
tanpa tanda jasa yang telah tersemat pada guru. Pahlawan adalah orang yang
berjiwa penuh untuk berjuang demi kepentingan orang lain, mereka rela berkorban
demi orang lain layaknya lilin yang lebur demi menerangi sekelilingnya. Seorang
guru seharusnya memiliki dedikasi penuh untuk mentransfer ilmu pada orang yang
membutuhkan. Dedikasi yang mengantarkan pada kecerdasan orang-orang yang masih
gersang akan siraman hikmah Tuhan, ilmu.
Janganlah
khawatir bagi para pengajar yang budiman nan mulia, ditangan mereka terdapat
masa depan bangsa. Dengan dedikasi dan ketangguahan yang kuat akan melahirkan
para pemimpin-pemimpin yang kelak akan mengharumkan bangsa dan negara. jika
dedikasi yang mereka lakukan besungguh-sungguh dengan balutan niat yang baik
maka akan membuahkan hasil. Sebagaimana layaknya sebuah maqalah arab dalam kitab
Ta’limul muta’llim karangan Syekh Az-Zarnuzi yang mengatakan :
من
قرّع الباب ولجّ ولج
“Barangsiapa yang ingin mengetuk pintu, maka
majulah dan ketuk pintunya dan kemudian masuklah kedalam”. Jika menginginkan untuk kesuksesan, maka kita harus berani untuk
melangkah lebih maju dengan penuh dedikasi dan pada akhirnya akan membuahkan
hasil.
Kasih
sayang yang seharusnya ada dalam jiwa pendidik untuk niat yang baik,
mentransfer ilmu dan mencerdaskan anak didiknya. Kasihsayang tanpa diskriminasi
pada siapaun juga, tak pandang bulu akan ahwal muridnya. Sesering apapun anak
didik mengecewakan relung hati guru, senakal apapun mereka, ketidak tahuan
mereka yang tak habis-habis “bodoh” namun seorang pendidik harus sabar harus
memiliki jiwa kasih sayang. Sebuah maqalah dalam kitab Da’watul Ikhwan
karangan KH. Mudzakir bin Faholi mengatakan :
والرّفق
والتــأنّى ترك الأنفة وتركه المزاح ترك
الّلعبة
Adab seorang mu’allim (Guru) adalah mempunyai sifat kasih sayang,
sifat sabar dalam mengajar, meninggalkan sifat sombong, meninggalkan sifat
bercanda berlebihan, dan meninggalkan bermainan yang tak berguna.
Kasihsayang
juga bisa dengan menghargai anak didiknya, menjunjung harga diri mereka. Tak
pernah mendiskriminasi pada siapapun juga. Lebih-lebih, seorang guru bisa
mengetahui nama anak didiknya satu persatu sehingga anak didiknya akan lebih
merasa dihargai dengan sang guru mengetahui
nama-nama mereka. Panggilah mereka
dengan panggilan kasih sayang, entah mas, mbak, dll. Jangan panggil anak didik
dengan nama mereka saja, sehingga akan tercipta jurang yang amat dalam. Jika
memanggil anak didiknya dengan panggilan mas atau mbak sebelum nama aslinya,
akan tercipta jarak yang lebih dekat seakan-akan teman atau sahabat yang sudah
saling kenal dan akrab.
Seorang
guru adalah pendidik bukan pengajar yang hanya mengajari mereka sampai
mengerti. Pengajar tugasnya hanyalah mengajari sampai anak didik mengerti akan
sebuah ilmu yang dibahas. Namun guru layaknya seorang pendidik yang bukan hanya
mengajar tapi mendidik jiwa, raga dan keintelektualan mereka anak didik.
Secerdas apapun seorang murid, namun jika berlaku buruk akan menghancurkan diri
dan lingkungannya. Seberapa banyak ijazah yang dikeluarkan oleh kementerian
pendidikan dan kebudayaan Indonesia untuk para tunas bangsa? Seberapa banyak
ijazah yang dikeluarkan perguruan tinggi sebagai legitimasi keintelektualan mereka?
Indonesia bukan negara yang miskin akan orang-orang pintar, kita pernah
memiliki Pak Habibie yang diakui kecerdasan dalam bidang teknologi oleh Jerman,
kita juga memiliki Pak Quraisy Syihab yang kecerdasannya melebihi diatas
orang-orang luar negeri saat beliau menuntut ilmu diluar negeri, kita juga
memiliki Pak Said Aqil Siradj yang juga telah diakui kecerdasannya oleh
paraGuru Besar di Arab Saudi dan masih banyak para penngila ilmu negeri ini
yang cerdas dengan bidang ilmu masing-masing.
Namun
kita masih miskin akan kredibilitas keilmuan mereka, mereka para intelektual
tak pernah menunjukkan mereka adalah orang yang berilmu, malah justru dengan
keilmuannya membodohi saudara sebangsanya, korupsi kolusi dan nepotisme
seakan-akan menjadi gaya hidup mereka untuk mengejar nafsu syahwat hedonisme
dan materialisme. Oleh sebab itu, seorang guru harus berprilaku yang baik agar
anak didiknya mencontoh tindak laku gurunya. Bukankah Lisanul hal afsahul
min lisanil maqal (Tindak perilaku lebih bermakna daripada perkataan).
Dan
yang paling akhir, adalah seorang guru haruslah
bersabar dalam mendidik. Ajari mereka dengan penuh keuletan, kesabaran
sehingga mereka benar –benar paham. Posisikan guru seakan-akan menjadi murid
yang paling “bodoh”, gunakan bahasa yang sekiranya semua menjadi paham. Yang
sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti, yang sebelumnya kurang mengerti
menjadi paham. Ambil standard penyampaian materi dari standar yang paling
rendah agar semuanya mengerti dan paham, bersabarlah untuk mengajari dan
mendidik mereka yang kelak akan menjadi tabungan amal ibadah kalian, para
pendidik makhluk intelijen Sang Hyang Widi.
والإقتصارعندمايعلّم
بقدرمايفهمه المتعلّم
فى
ذاك لاقتداءسيّدالبشر محمّدالموصوف
بالصدق الأبر
Adab
seorang Guru adalah jangan terlalu bertele-tele dalam menyampaikan materi,
sampaikan dan ajari anak didik dengan bahasa yang mereka bisa cerna sehingga
mereka mudah memahami materi yang diajarkan. Itu semua karena mengikuti
perilaku Nabi Muhammad saw yang ketika mengajari serta mendidik para
sahabatannya menggunakan perkataan yang lembut, mudah dipahami dan santun serta
sabar dalam mendididk dan mengajari para sahabatnya.