Rabu, 24 September 2014

menjadi guru profesional

Mereka adalah orang yang didalam hatinya terdapat kepentingan ilmu, mereka adalah makhluk intelijen Tuhan untuk ikut turut serta mentransfer ilmu Tuhan, mereka diciptakan Tuhan dari ketidak tahuan menjadi mengerti dari mengerti menjadi memahami dan dari memahami menjadi memahamkan orang lain.
Mereka terbebas dari sarat kepentingan dunia, dihati mereka terlepas jabatan bahkan  tak terlintas dibenak pikiran serta hati mereka untuk dipuja oleh masyarakat. Namun, janji Allah dalam meluhurkan orang-orang berilmu tak pernah dusta, firman Allah SWT :
Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujaadillah : 11)
Begitulah Allah meninggikan derajat mereka yang berilmu, mereka yang mengajari orang-orang yang belum mengetahui menjadi paham, dari yang sudah mengerti menjadi paham, mereka adalah Guru, mereka adalah Mua’llim, mereka adalah teacher.
Namun pada hakikatnya, tak semua orang diciptakan menjadi seorang guru. Tripikal orang berbeda-beda, dengan takdir Tuhan yang telah digariskan pada dirinya. Ditelusuri dari benang merahnya, tak sepantasnya mereka yang tak mempunyai jiwa keguruan terjun pada bidang pendidikan.
Tugas seorang guru yang begitu besarnya, menyangkut kunci keberhasilan anak didiknya, menyangkut kemajuan bangsa dan negaranya. Tugas begitu besar yang diberikan oleh guru untuk turut menjaga estafet keilmuan, tidak semata-mata dilakukan hanya sebagai formalitas belaka. Selayaknya, seorang guru terbebas dari kepentingan duniawi entah itu gaji, jabatan atau sertifkasi yang tengah marak di negeri penggila ilmu ini.
Kita coba tengok dan kaji bersama, beberapa literatur yang telah mengupas seluk beluk keilmuan demi mencerdaskan para penggila ilmu. Mereka tak pernah terlintas dibenak pikiran mereka apakah saya akan digaji, apakah saya akan dipanggil guru atau tidak? Yang ada di pikiran mereka hanyalah semoga bermanfaat bagi yang membaca dan bagi yang mempelajarinya.
Guru adalah seorang yang ahli dalam bidang keilmuan tertentu, yang mereka telah gelutinya dengan belajar beberapa tahun untuk mendapat legitimasi sarjana pendidikan. Makanya tak diragukan lagi kredibilitas keilmuan mereka. Mereka telah teruji, mereka telah terlatih untuk menghadapi dunia pendidikan.
Namun kenyataannya, tak jarang banyak orang yang belum memiliki kredibilitas dan legitimasi untuk mengajar justru telah mengajar di sekolah-sekolah. Atau justru banyak orang yang telah memiliki legitimasi mengajar dengan satu ilmu, malah mengajar bidang ilmu lain. Mari kita tengok para ulama salaf, imam Syafi’i beliau ahli dalam bidang fiqh, beliau juga ahli tafsir, dan hadits namun beliau lebih fokus pada bidang ilmu fiqh. Imam Ghazali, kita kenal bersama dengan ulama tasawuf, namun beliau bukan orang yang tak paham dengan hadits, fiqh, tafsir dll, namun beliau lebih fokus pada bidang tasawufnya. Dari sinilah, selayaknya seorang guru untuk bisa fokus pada keahliaan bidang ilmu yang mereka gelutinya.
Pahlawan tanpa tanda jasa yang telah tersemat pada guru. Pahlawan adalah orang yang berjiwa penuh untuk berjuang demi kepentingan orang lain, mereka rela berkorban demi orang lain layaknya lilin yang lebur demi menerangi sekelilingnya. Seorang guru seharusnya memiliki dedikasi penuh untuk mentransfer ilmu pada orang yang membutuhkan. Dedikasi yang mengantarkan pada kecerdasan orang-orang yang masih gersang akan siraman hikmah Tuhan, ilmu.
Janganlah khawatir bagi para pengajar yang budiman nan mulia, ditangan mereka terdapat masa depan bangsa. Dengan dedikasi dan ketangguahan yang kuat akan melahirkan para pemimpin-pemimpin yang kelak akan mengharumkan bangsa dan negara. jika dedikasi yang mereka lakukan besungguh-sungguh dengan balutan niat yang baik maka akan membuahkan hasil. Sebagaimana layaknya sebuah maqalah arab dalam kitab Ta’limul muta’llim karangan Syekh Az-Zarnuzi yang mengatakan :
من قرّع الباب ولجّ ولج
“Barangsiapa yang ingin mengetuk pintu, maka majulah dan ketuk pintunya dan kemudian masuklah kedalam”. Jika menginginkan untuk kesuksesan, maka kita harus berani untuk melangkah lebih maju dengan penuh dedikasi dan pada akhirnya akan membuahkan hasil.
Kasih sayang yang seharusnya ada dalam jiwa pendidik untuk niat yang baik, mentransfer ilmu dan mencerdaskan anak didiknya. Kasihsayang tanpa diskriminasi pada siapaun juga, tak pandang bulu akan ahwal muridnya. Sesering apapun anak didik mengecewakan relung hati guru, senakal apapun mereka, ketidak tahuan mereka yang tak habis-habis “bodoh” namun seorang pendidik harus sabar harus memiliki jiwa kasih sayang. Sebuah maqalah dalam kitab Da’watul Ikhwan karangan KH. Mudzakir bin Faholi mengatakan :
   والرّفق والتــأنّى ترك الأنفة   وتركه المزاح ترك الّلعبة
 Adab seorang mu’allim (Guru) adalah mempunyai sifat kasih sayang, sifat sabar dalam mengajar, meninggalkan sifat sombong, meninggalkan sifat bercanda berlebihan, dan meninggalkan bermainan yang tak berguna.
Kasihsayang juga bisa dengan menghargai anak didiknya, menjunjung harga diri mereka. Tak pernah mendiskriminasi pada siapapun juga. Lebih-lebih, seorang guru bisa mengetahui nama anak didiknya satu persatu sehingga anak didiknya akan lebih merasa dihargai dengan sang guru mengetahui  nama-nama mereka.  Panggilah mereka dengan panggilan kasih sayang, entah mas, mbak, dll. Jangan panggil anak didik dengan nama mereka saja, sehingga akan tercipta jurang yang amat dalam. Jika memanggil anak didiknya dengan panggilan mas atau mbak sebelum nama aslinya, akan tercipta jarak yang lebih dekat seakan-akan teman atau sahabat yang sudah saling kenal dan akrab.
Seorang guru adalah pendidik bukan pengajar yang hanya mengajari mereka sampai mengerti. Pengajar tugasnya hanyalah mengajari sampai anak didik mengerti akan sebuah ilmu yang dibahas. Namun guru layaknya seorang pendidik yang bukan hanya mengajar tapi mendidik jiwa, raga dan keintelektualan mereka anak didik. Secerdas apapun seorang murid, namun jika berlaku buruk akan menghancurkan diri dan lingkungannya. Seberapa banyak ijazah yang dikeluarkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan Indonesia untuk para tunas bangsa? Seberapa banyak ijazah yang dikeluarkan perguruan tinggi sebagai legitimasi keintelektualan mereka? Indonesia bukan negara yang miskin akan orang-orang pintar, kita pernah memiliki Pak Habibie yang diakui kecerdasan dalam bidang teknologi oleh Jerman, kita juga memiliki Pak Quraisy Syihab yang kecerdasannya melebihi diatas orang-orang luar negeri saat beliau menuntut ilmu diluar negeri, kita juga memiliki Pak Said Aqil Siradj yang juga telah diakui kecerdasannya oleh paraGuru Besar di Arab Saudi dan masih banyak para penngila ilmu negeri ini yang cerdas dengan bidang ilmu masing-masing.
Namun kita masih miskin akan kredibilitas keilmuan mereka, mereka para intelektual tak pernah menunjukkan mereka adalah orang yang berilmu, malah justru dengan keilmuannya membodohi saudara sebangsanya, korupsi kolusi dan nepotisme seakan-akan menjadi gaya hidup mereka untuk mengejar nafsu syahwat hedonisme dan materialisme. Oleh sebab itu, seorang guru harus berprilaku yang baik agar anak didiknya mencontoh tindak laku gurunya. Bukankah Lisanul hal afsahul min lisanil maqal (Tindak perilaku lebih bermakna daripada perkataan).
Dan yang paling akhir, adalah seorang guru haruslah  bersabar dalam mendidik. Ajari mereka dengan penuh keuletan, kesabaran sehingga mereka benar –benar paham. Posisikan guru seakan-akan menjadi murid yang paling “bodoh”, gunakan bahasa yang sekiranya semua menjadi paham. Yang sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti, yang sebelumnya kurang mengerti menjadi paham. Ambil standard penyampaian materi dari standar yang paling rendah agar semuanya mengerti dan paham, bersabarlah untuk mengajari dan mendidik mereka yang kelak akan menjadi tabungan amal ibadah kalian, para pendidik makhluk intelijen Sang Hyang Widi.
والإقتصارعندمايعلّم         بقدرمايفهمه المتعلّم
فى ذاك لاقتداءسيّدالبشر   محمّدالموصوف بالصدق الأبر
Adab seorang Guru adalah jangan terlalu bertele-tele dalam menyampaikan materi, sampaikan dan ajari anak didik dengan bahasa yang mereka bisa cerna sehingga mereka mudah memahami materi yang diajarkan. Itu semua karena mengikuti perilaku Nabi Muhammad saw yang ketika mengajari serta mendidik para sahabatannya menggunakan perkataan yang lembut, mudah dipahami dan santun serta sabar dalam mendididk dan mengajari para sahabatnya.

melawan batu kehidupan

Perjuangan masih teramat panjang, catatan taqdir Tuhan di singgasa-Nya untuk kita masih belum menemukan titik akhir. Tak ada kata lelah yang semestinya tak pernah terucapkan oleh kita. Kita masih diberi sebuah pedoman kitab suci untuk selalu di buka dan dibaca. Kitab suci yang menjadi alat dialektika kita kepada Tuhan dari problem-problem kehidupan.
Namun apa guna, kita hanyalah manusia yang masih tak berdaya jika ujian hidup melanda kita. Kita seakan-akan tak mampu hidup, dibenak kita terbesit mungkinkah ini kuasa-Mu, yang konon katanya Engkau maha Adil. Mana janji-Mu?
Sejenak kita merenung, seberapa jauh kita menjauhi-Nya, seberapa lama kita terjerumus dalam lubang ketidakpercayaan dan keputusasaan, seberapa seringkah kita menghardik orang-orang di sekitar kita, seberapa lama kita bermuwajahah pada-Nya, setebal apa debu yang menutupi sampul kalam-Nya, dan sebesar apa dosa kita?
Melihat benang merah dari kehidupan yang telah Gusti gariskan pada kita, kita terlalu dan sering bahkan terkesan mengintervensi kehendak Gusti. Solusi yang pernah Allah tawarkan pada kita dalam kitab suci-Nya “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya pada engkau(red.Nabi Muhammad saw) tentang Aku(red.Allah), maka sesungguhnya Aku adalah dzat yang Maha dekat lagi dzat mengabulkan hajat.
Masalah-masalah yang semestinya menjadi cambuk untuk kita menjadi insan yang lebih kuat akan batu-batu kerikil yang menghalang, menjadi pelaut yang yang menaklukkan badai, menjadi pilot yang tak pernah takut akan jatuh dari angkasa, menjadi pemadam kebakaran yang takkan takut akan si jago merah, api kehidupan.
Konsistensi akan semangat kita untuk menghadang badai yang merintang dan serta tak pernah menyerah akan batu kerikil yang menghadang. Keajegan kita untuk mengejar cita-cita, himmah untuk hidup yang lebih baik seharusnya tak pernah tergoyahkan oleh halangan yang merintang. Syekh Az-Zarnuzi dalam kitabnya mengatakan  
لكلّ الى شإوالعلى حركات     ولكن عزيز فى الرّجال ثبات
Setiap orang mempunyai cita-cita yang luhur tetapi banyak orang yang tak konsisten akan cita-citanya.
Selain konsisten, sabar juga diperlukan untuk mewujudkan cita-cita kita. Sabar adalah melawan nafsu dari hal yang tidak diinginkan. Sabar pula sebagai media untuk kita belajar akan sifat qanaah (triman ing pangdum).  Maqalah arab mengatakan :
الشّجاعة صبر ساعة
Keberaniaan adalah sabar sesaat.
Sabar sendiri terbagi menjadi 3, sabar akan taa’at beribadah, sabar dari musibah dan sabar dari maksiat. Jika diurai satu persatu, sabar akan ta’at beribadah menjadi hal yang terpenting sebagai fundamental kehidupan kita. Sabar dari godaan syetan yang terus akan menghantui kita, janji syetan untuk menggoda kita sampai sang matahari tak terbit darri orbitnya. Wasta’inu bissabri wassalah, Allah sendiri telah mengingatkan kita untuk bersabar dalam melaksanakan shalat dan serat beribadah pada-Nya.
Sabar dari musibah yang telah digariskan pada kita, sabar dari kehilangan seseorang, sabar dari hal yang kita senangi terasa berat jika hal itu hilang. Namun ada hikmah dibalik musibah yang menimpa kita. Sabar dari maksiat, menjadi tantangan kita untuk menghindari norma-norma yang tak sesuai agama dan negara dan menghindari norma-norma yang tak sesuai adat istiadat yang berlaku.
Keridlaan pun menjadi hal yang urgen untuk kehidupan kita. Ridla akan hal yang Allah sematkan untuk kita. Sayyidina Ali pun mengungkapkan keridlaan dalam sebuah syairnya :
رضينا قسمة الجبار فينا     لناعلم وللاعداء مال
Kami ridla akan pembagian Allah (red.taqdir Allah) pada kita. Kami mempunyai ilmu dan para musuh mempunyai harta.
Dalam filosofi jawa pun, ada istilah triman ing pangdum menerima yang telah Allah bagikan untuk kita. Tak ada yang sia-sia apa yang Allah ciptakan untuk kita, langit yang biru, lautan yang membentang, hutan yang dihiasi pepohanan yang hijau menjulang tinggi, keanekaragaman hayati, berbagai karakteristik manusia yang berbeda pula, pasti tak ada yang sia-sia. Dalam kalam-Nya, Allah berfirman : Rabbana ma khalaqta hadza bathilan, Ya Tuhan kami tidak ada ciptaan Engkau yang sia-sia.
Ridla adalah meninggalkan kemarahan, marah atas kepastian Allah. Ridla pun diartikan menerima pembagian dari-Nya (triman ing pangdum). Mari kita simak hadits qudsi  sebagai akhir melengkapi catatan ini,
من لم يرض بقضائي ولم يصبر على بلائي ولم يشكر على نعمائي فليتخذ ربا سوائي
Barangsiapa yang tak ridla dengan kepastian-Ku, barangsiapa yang tak sabar akan ujian-Ku, barangsiapa siapa yang tak syukur akan nikmat-nikmat-Ku maka carilah Tuhan selain Aku (Allah SWT).

Rabu, 17 September 2014

Cahaya

Ditengah kesunyiaan malam, Ku mencoba untuk bangun dari tidur malam. Menatap langit-langit Mencari celah. Namun ku tak pernah menemukannya, Setitik cahaya dari galaksi bimasakti Nya Terus ku coba mencari Bahkan kaki ini mengajak untuk berlari Ku terus telusuri celah Melawan lelah Semakin terus ku berlari Tak terasa semuanya telah pergi Cahaya malam telah pergi, menghilang

Inikah kekuasaan rakyat?

Yunani, yang menjadi kiblat dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang maju, menjadikan sebagai trendmode di berbagai negara. dari sinilah demokrasi modern tercipta, sistem politik yang  mempunyai cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran.
Demokrasi, sebuah sistem pemerintahan yang menjadi sebuah impian negara-negara yang menginginkan adanya kesejahteraan seluruh warga negaranya. Sistem yang diadopsi dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa, Demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Artinya, bahwa kekuasaan negara dipegang, dikuasai oleh rakyat bukan parlemen bukan presiden.
Negara yang menjadi wadah untuk rakyat bisa menikmati hidupnya, neagra yang seharusnya menjadikan tempat berlindung dari kejahatan yang menghantui, negara sebgai tempat mencari keadilan, kesejahteran, kemakmuran,  negara yang seharusnya menjadi lautan bagi para penggiat ilmu. Tetorial wilayah yang Tuhan telah titipkan pada ibu pertiwi, dengan bentangan lautan nan biru mempesona dipadu dengan hamparan tanah hijau yang menjulang pepohonan tinggi seakan akan surga Sang Hyang Widi pernah bocor dan menumpahkan ke dalam rahim Ibu Pertiwi.
Kita sering mendengar, bahkan sudah menjadi makanan ditengah-tengah keterpurukan dan kelaparan akan ketidakbederyaan kita untuk kembali bangkit. Kita dihibur untuk menjadi negara yang kaya negara yang superior, kita dimanjakan dengan istilah gemah ripah loh jinawe, bentangan lautan dan hamparan hutan dengan berbagai keaneka ragaman hayati, kita terlalu ternina bobokan oleh hidangan Tuhan sehingga kita lupa dan terlalu nyenyak tidur sampai lupa akan mentari kehidupan.
Rakyat Indonesia adalah sebaik-baik ciptaan Tuhan, rakyat Pribumi orang orang yang dalam hatinya tercipta kesabaran, ketabahan sehingga selama ini kita terdiam, terpaku akan keadaan bumi Nusantara yang bernama Indonesia Raya-han.
Rakyat diperbudak oleh para penjilat keringat-keringat rakyat Indonesia, keringat mereka untuk taat membayar pajak negara demi kesejaheraan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. namun, itu hanyalah mimpi belaka ditengah jutaan rakyat yang menangis akan sesuap nasi. Mereka para ngabdi negara tak sadar bahwa selama ini justru mereka menjilati keringat saudaranya sendiri. Mereka para pembantu rakyat(seharusnya) tak pernah melihat jika diharta yang mereka keruk-korupsi- terdapat harta saudara sebangsanya.
Ngabdi negara, jabatan yang diberikan sang Hyang untuk ngamong rakyat, menjaga kedaulatan wilayah, menyejahterakan seluruh rakyatnya. Namun, kenyataannya terbalik, mereka malah seperti anak kecil yang berkelahi saat rapat membahas kepentingan rakyat.
 Kita bisa melihat bersama, di gedung nan mulia masih saja terdapat embel-embel partai yang membawa mereka duduk dikursi emas DPR, DPD, DPRD. Mereka atau justru negara yang lupa akan singkatan dari ngabdi negara bernama DPR, Dewan Perwakilan Rakyat-bukan Dewan Perwakilan Partai- kenapa masih harus membawa nama partai saat rapat diparlemen? Seakan-akan kebijakan negara diatur oleh banyaknya koalisi yang kontra atau pro akan kebijakan, atau justru sebaliknya oposisi yang ingin merong-rong pemerintahan. Sejenak para ngabdi negara untuk bisa melepas baju partai, duduk bersama memikirkan kepentingan negara dan rakyat. Mari sejenak tengok para siswa baru ketika mereka masuk pada pendidikan yang lebih tinggi, mereka melepas baju yang telah mengantarkan ke pendidikan selanjutnya. Coba kita tengok, orang yang beribadah haji, mereka melepas baju kekayaannya, mereka melapas baju kesayangannya dan mereka hanya memakai dengan beberapa potong lembar kain putih demi satu kepentingan yaitu haji yang maqbul.
Demokrasi kita selama ini gagal, rakyat yang seharusnya pemegang kekuasaan justru diwakili oleh oknum-onum perwakilan partai demi sebuah hidup nafsu yang hedonisme. Rakyat diwakili oleh para penguasa nafsu jabatan, diperbudak jabatan. Legislatif yang seharusnya mengawal ekskutif sebagai perwakilan rakyat justru diperbudak oleh politik. Ekskutif pun tak terlepas oleh partai, para pembantu presiden-menteri- adalah orang-orang terdekat presiden. Jika kita menelusuri benang merahnya, semuanya hanya lahir dari partai, untuk partai dan kepentingan kembali pada  partai.  

Lantas cita-cita reformasi, 21 Mei 1998 selama ini kemana?Yunani, yang menjadi kiblat dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang maju, menjadikan sebagai trendmode di berbagai negara. dari sinilah demokrasi modern tercipta, sistem politik yang  mempunyai cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran.
Demokrasi, sebuah sistem pemerintahan yang menjadi sebuah impian negara-negara yang menginginkan adanya kesejahteraan seluruh warga negaranya. Sistem yang diadopsi dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa, Demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Artinya, bahwa kekuasaan negara dipegang, dikuasai oleh rakyat bukan parlemen bukan presiden.
Negara yang menjadi wadah untuk rakyat bisa menikmati hidupnya, neagra yang seharusnya menjadikan tempat berlindung dari kejahatan yang menghantui, negara sebgai tempat mencari keadilan, kesejahteran, kemakmuran,  negara yang seharusnya menjadi lautan bagi para penggiat ilmu. Tetorial wilayah yang Tuhan telah titipkan pada ibu pertiwi, dengan bentangan lautan nan biru mempesona dipadu dengan hamparan tanah hijau yang menjulang pepohonan tinggi seakan akan surga Sang Hyang Widi pernah bocor dan menumpahkan ke dalam rahim Ibu Pertiwi.
Kita sering mendengar, bahkan sudah menjadi makanan ditengah-tengah keterpurukan dan kelaparan akan ketidakbederyaan kita untuk kembali bangkit. Kita dihibur untuk menjadi negara yang kaya negara yang superior, kita dimanjakan dengan istilah gemah ripah loh jinawe, bentangan lautan dan hamparan hutan dengan berbagai keaneka ragaman hayati, kita terlalu ternina bobokan oleh hidangan Tuhan sehingga kita lupa dan terlalu nyenyak tidur sampai lupa akan mentari kehidupan.
Rakyat Indonesia adalah sebaik-baik ciptaan Tuhan, rakyat Pribumi orang orang yang dalam hatinya tercipta kesabaran, ketabahan sehingga selama ini kita terdiam, terpaku akan keadaan bumi Nusantara yang bernama Indonesia Raya-han.
Rakyat diperbudak oleh para penjilat keringat-keringat rakyat Indonesia, keringat mereka untuk taat membayar pajak negara demi kesejaheraan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. namun, itu hanyalah mimpi belaka ditengah jutaan rakyat yang menangis akan sesuap nasi. Mereka para ngabdi negara tak sadar bahwa selama ini justru mereka menjilati keringat saudaranya sendiri. Mereka para pembantu rakyat(seharusnya) tak pernah melihat jika diharta yang mereka keruk-korupsi- terdapat harta saudara sebangsanya.
Ngabdi negara, jabatan yang diberikan sang Hyang untuk ngamong rakyat, menjaga kedaulatan wilayah, menyejahterakan seluruh rakyatnya. Namun, kenyataannya terbalik, mereka malah seperti anak kecil yang berkelahi saat rapat membahas kepentingan rakyat.
 Kita bisa melihat bersama, di gedung nan mulia masih saja terdapat embel-embel partai yang membawa mereka duduk dikursi emas DPR, DPD, DPRD. Mereka atau justru negara yang lupa akan singkatan dari ngabdi negara bernama DPR, Dewan Perwakilan Rakyat-bukan Dewan Perwakilan Partai- kenapa masih harus membawa nama partai saat rapat diparlemen? Seakan-akan kebijakan negara diatur oleh banyaknya koalisi yang kontra atau pro akan kebijakan, atau justru sebaliknya oposisi yang ingin merong-rong pemerintahan. Sejenak para ngabdi negara untuk bisa melepas baju partai, duduk bersama memikirkan kepentingan negara dan rakyat. Mari sejenak tengok para siswa baru ketika mereka masuk pada pendidikan yang lebih tinggi, mereka melepas baju yang telah mengantarkan ke pendidikan selanjutnya. Coba kita tengok, orang yang beribadah haji, mereka melepas baju kekayaannya, mereka melapas baju kesayangannya dan mereka hanya memakai dengan beberapa potong lembar kain putih demi satu kepentingan yaitu haji yang maqbul.
Demokrasi kita selama ini gagal, rakyat yang seharusnya pemegang kekuasaan justru diwakili oleh oknum-onum perwakilan partai demi sebuah hidup nafsu yang hedonisme. Rakyat diwakili oleh para penguasa nafsu jabatan, diperbudak jabatan. Legislatif yang seharusnya mengawal ekskutif sebagai perwakilan rakyat justru diperbudak oleh politik. Ekskutif pun tak terlepas oleh partai, para pembantu presiden-menteri- adalah orang-orang terdekat presiden. Jika kita menelusuri benang merahnya, semuanya hanya lahir dari partai, untuk partai dan kepentingan kembali pada  partai.  
Lantas cita-cita reformasi, 21 Mei 1998 selama ini kemana?