Saat menikmati
senja di penghujung hari, tiba-tiba saya teringat ayat Tuhan saya tentang rahmatan
lil alamiin, pembawa kesejukan bagi semesta alam. Konon katanya, ayat
tersebut untuk baginda Nabi Saw , sang kekasih Tuhan saya. Konon katanya pula,
bahwa sifat rahman-Nya yang berjumlah 1000 itu salah satunya diberikan kepada
Nabi Muhammad. Singkat kata, islam adalah agama pembawa rahmat. Masih dalam angan-angan
saya terhadap ayat Tuhan tersebut, tiba-tiba ada pikiran yang mengganjal.
Kenapa ya, komunitas yang mengatasnamakan agama islam menolak dengan keras
terhadap pelantikan gubernur Jakarta, pak Ahok sapaan akrabnya.
Tiba-tiba ada
sesosok makhluk yang datang dan duduk dengan membawakan kopi hitam, kopi
kesukaan saya pengusir rasa kantuk serta pembawa inspirasi. makhluk itu serasa
tak asing bagi saya, ternyata makhluk yang datang dengan membawakan secangkir
kopi adalah sesosok pendamping setia dalam keadaan sedih, bahagia, sakit,
sehat, galau, suka dan berbgaai perasaan yang lain, ialah bayang-bayang saya
sendiri. Hehe.
Apa yang anda
pikirkan pak? sapa bayangan-ku memecah lamunanku. Ini masalah rahmatan
lil’alamiin, katanya islam itu pembawa rahmat tetapi kok harus melawan Pak
Ahok dan membikin Gubernur Jakarta tandingan, Fahrurrozi... Haha, sebelum jauh
membicarakan tentang Gubernur, lebih baik membicarakan rahmatan lil’alamiin
nya dulu mas.
Islam itu kan
diciptakan untuk semua makhluk Allah dan Nabi Muhammad di utus untuk melintasi
dua bangsa, bangsa jin dan bangsa manusia. jadi sudah menjadi haknya ummat islam
untuk memprioritaskan dirinya menjadi superior. Perlu diingat pula, islam
pernah menaklukkan konstantinopel dalam kekuasaan Muhammad Al-Fatih. Lanjut
bayangan-ku.
Lhoh lhoh kok
gitu? Kita hidup di negara Indonesia, negara yang berdiri atas dasar
kemanusiaan, nasib dan perjuangan. Kita terlahir dalam keadaan berbeda pula,
kenapa harus kita menuntut hak prioritas kita sebagai makhluk mayoritas di bumi
pertiwi ini. Jawab saya.
Coba anda
renungkan mas, islam kan pembawa rahmat, so sudah pasti komunitas tersebut
ingin menyebarkan rahmat dengan memilih pemimpin yang muslim. Bayangan saya
menjawab dengan mudah seolah tanpa beban.
Haha itu kan
kamu, bayangan. Saya lebih memilih pemimpin yang non muslim namun jelas integritasnya
daripada harus memilih pemimpin muslim tapi tak islami.
Belum selesai
saya menjawab, si bayangan langsung memotong pembicaraan saya.
Anda lebih
memilih yang bukan muslim? Lantas bagaimana dengan hadits yang mengatakan
memilih pasangan hidup itu berdasarkan 4 perkara, karna hartanya, nasabnya,
kecantikannya dan agamanya. Intregitas dan kapabilitasnya dalam bahasa
inteleknya, atau filsafat jawanya bobot bibit dan bebetnya diperhatikan. :D dan
juga pak Ahok itu orang yang sombong.
Saya pun
langsung memotong pembicaraan bayangan, lhoh itu kan msalahnya terhadap cewek.
Ini memilih pemimpin bung, bukan memilih cewek sebagai seorang istri! Pemimpin
itu adalah pelindung, penentram rakyat, dan penyelimut rakyat bak seorang istri
sebagai penyelimut malam. Jawab si bayangan.
Haha sudahlah
lupakan pendamping hidup, kembali pada topik utama pak Ahok! Ini lebih urgen
dibanding si cewek. Tutur saya mencoba mengalihkan ke topik utama. Bayangan
saya pun tertawa lepas, hahahahaha. Ya sudahlah, kita kembali pada topik utama.
Tadi anda
mengatakan, bahwa pak Basuki itu orang sombong. Sombongnya dimana? Dan kapan?.
Saya mencoba mengajukan pertanyaan pada sang bayangan. Lhoh kita kan pernah
sama-sama membaca koran dipojok tempat suci, ada kalimat yang mengatakan namun
tak terkatakan. Pak Basuki Tjahaya Purnama itu sudah mempelajari islam sejak
kecil, bahkan dulu disekolahnya sempat akan menghafal Quran namun dilarang oleh
gurunya karna pak Ahok kecil non muslim. Jawab bayangan saya.
Terus letak
kesalahan dan sombongnya? Saya pun memotong penjelasan bayangan. Kamu itu
seringnya memotong pembicaraan yang belum selesai dilontarkan, ini lhoh pak
Ahok kan mengatakan saya mampu menghafal al-Quran dan saya lebih islami
dibanding yang muslim yang sukanya mengkafirkan orang lain. Saya itu belum
dapat hidayah Allah saja. Tutur sang bayangan.
Haha anda
mempermasalahkan tentang hidayah? Kan’an yang seorang putra mahkota nabi Nuh
saja matinya ditenggelamkan Allah, hidayah itu adakalanya tak harus berupa
penunjukkan ke jalan lurus, agama islam saja. Namun adakalanya hidayah itu
berupa rahmat Allah. Ilmuwan-ilmuwan non muslim juga banyak, bahkan mereka
adalah inspirator, sang penemu alat untuk kemajuan dunia. mari kita renungkan
bersama, kisah Imam Syafi’i, yang tiba-tiba lupa(lalai) dengan hafalan-hafalan
dan ilmu yang telah di pelajari. Sang Imam, mengeluh kepada Syekh Waki’
(guru beliau). Dan sang guru memberika nasihatnya, ”untuk meninggalkan
maksiat. Perlu diketahui ilmu itu cahaya suci, ilu itu cahaya kebenaran, ilmu
itu cahaya Allah, dan tak pantas cahaya Allah diberikan pada orang yang
bermaksiat.”
شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي # فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ
الْعِلْمَ نُورٌ #
وَنُورُ
اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي
“Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku.
Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan
padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin
diberikan pada ahli maksiat.”
Qala Muhammadun
huwabnu Maliki, ada yang
menarik untuk dibahas lebih lanjut. Dalam kajian balaghah ataupun linguistik,
sang Imam Alfiyah menggunakan kata Qala yang bermakna madli(lampau),
artinya perkataan yang telah dikatakan. Namun kata Qala ini didahulukan dibanding dengan yang
dikatakan (objeknya). Ada apa dengan kata madli? Ternyata sang Imam telah
menguasai berbagai kajian nahwu ---dari para pendahulunya termasuk bapak Nahwu
Abu Aswad ad-Du’ali atas perintah Sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk membuat
gramatika bahasa arab— untuk mengarang kitab Alfiyah ibnu Malik dan
semua telah tersusun rapi dalam ingatan sang Imam.
Lebih jauh
lagi, ternyata sang Imam pernah menyombongkan diri, bahwa kitab Alfiyah yang
masih dalam proses karangannya lebih sempurna dibanding milik guru beliau, Imam
Ibnu Mu’thi. Seketika itu, sang Imam bagai tergoyang oleh ombak badai,
lenyap sudah keilmuan beliau.
وَتَقْتَضِي
رِضًا بِغَيْرِ سُخْطِ - فَائِقَةً اَلْفِيَةَ ابْنِ مُعْطِ
Seketika sang
imam Ibnu Malik menuliskan bait tersebut, ingatannya langsung kembali.
Sekaliber Barseso pun pernah terjebak pada lingkaran setan, terjerumus dalam
lobang jananan tergilas roda iri hati terhadap orang yang lebih khsuyuk
dibanding dirinya. Singkat kata, ilmu itu adalah musuhnya orang yang sombong
bak banjir musuhnya tempat yang tinggi. Sebagaimana yang diungkapkan imam
Az-Zarnuzi dalam Ta’lim Muta’alimnya, mengatakan :
اَلْعِلْمُ حَرْبٌ
لِلْمُتَـــــــــــــــــــــعَا لِى
- كَالسَـــــيـــْلِ حَرْبٌ لِلْمَكَانِ
العَالِي
Hidayah Tuhan
itu adalah hak prerogatif
-Nya. Entah siapapun juga
orangnya berhak untuk mendapat hidayah-Nya. saya mencoba untuk menggambarkan
kepada bayangan.
Apa yang kamu
katakan, hak prerogatif? Hak prerogatif itu telah tercampuri oleh kepentingan.
Pak Presiden yang mempunyai hak prerogatif penuh akan pemilihan menterinya pun,
harus sowan(laporan) kepada KPK, dan PPATK. Dan bandingkan dengan pemilihan
Jaksa Agung, tanpa ada acara sowan kesana kemari, langsung menentukan bahwa Pak
Prasetyo diangkat untuk menjadi Jaksa Agung.
Anehnya lagi, sebelum pengumuman Jaksa Agung tersebut, pak Surya Paloh
menyempatkan sowan ke Istana Merdeka. Entah saya tak bisa mengira apa yang
mereka bicarakan, namun Pak Jaksa baru itu adalah orang partainya Pak Surya.
Itu kah hak prerogatif? Bukannya Tuhan mu mengatakan,
cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3
Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.
Saya langsung
memotong penjelasan si bayangan, jangan mengorelasikan Tuhan dengan Pak
Presiden! Hertak saya.
Suara rakyat
adalah suara Tuhan, Pak Jokowi adalah pilihan rakyat, pemimpin dari rakyat.
Coba euforia penyambutan pak Jokowi saat pelantikan presiden, 20 Oktober lalu.
Begitu binarnya wajah rakyat, menyambut presiden ketujuh, presiden harapan
rakyat. Bahkan tak sedikit pula yang menganggap bahwa Jokowi pasti bisa
menyelesaikan masalah Indonesia. kita luput, bahwa Jokowi hanyalah manusia yang
sudah dipastikan terbatas kemampuannya, dia bukan Tuhan yang bisa membolak-balikkan
keadaan. Bahkan takjarang pula, ada yang menganggap, bahwa Pak Presiden ketujuh
ini adalah Satria piningit. Padahal jauh-jauh hari, sang Proklamator kita telah
menegaskan soal satria piningit dalam Indonesia menggugat. “Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat
senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya ‘Ratu Adil’. Apakah sebabnya
sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan rakyat? Tak
lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu tak habis-habisnya
menunggu-nunggu, mengharap-harapkan, datangnya pertolongan. Sebagaimana orang
yang dalam kegelapan tak berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan
mengharap-harap. “Kapan, kapankah matahari terbit?”
sepertinya bayangan telah selesai dengan penjelasannya
tentang Tuhan.
Terenung saya, begitukah persamaan Jokowi dengan Tuhan?
Tiba-tiba saya teringat perkataan Imam Ghazali, seketika saya lontarkan pada
bayangan.
وَكُلُ مَحْبـُـوبٍ مَعْــبُوْدٌ وَكُلُ مَعبـُـودٍ اِلَـــهٌ كُلُ مَـقْـصُودٍ مَحْـُبوبٌ
“Setiap apa yang kita cita-citakan itu yang kita cintai, Setiap yang kita cintai
adalah yang kita rela berkorban untuknya, dan setiap yang kita rela berkorban
adalah Tuhan”.
Tiba-tiba bayangan-ku memotong perkataan-ku dengan
mengatakan, itu yang saya maksud. Coba kita amati ihwal pak Jokowi akhir-akhir
ini, seakan-akan menghendaki kenaikan semua barang kebutuhan rakyat, BBM,
listrik, bahan pasar dan lain sebagainya. Kartu sakti yang dijanjikan beliau
pun hanyalah manuver belaka. Tutur bayangan saya.
Kok manuver belaka? Tanya saya, saya sangat penasaran dengan
bahasa manuver dan kartu sakti Jokowi.
Kartu itu kan sebagai kompensasi atas kenaikan bahan bakar
minyak, yang jumlahnya hanya 400.000,00. Bukankah dana kompensasi itu telah
dilakukan oleh presiden sebelumnya? Hanya ganti istilah, namun programnya masih
sama saja. Jawab bayangan saya.
Owh githu tho permasalahannya, tapi janganlah menilai pak
Jokowi dengan kacamata lahir kang!, pemerintahan Presiden kita yang baru masih
seumur jagung, belum ada satu tahun apalagi 5tahun. Kita belum melihat hasilnya
kang. Saya mencoba memberikan penjelasan biar tidak suudzon.
Satu lagi mas, kita pernah melihat berita yang mengatakan Menteri
BUMN Ibu Rini akan menjual gedung BUMN, entah apa motifnya, namun hemat saya
adalah aset negara kok dijual? Nanti lama-kelamaan Istana Merdeka dan Istana
Negara juga bakal dijual, ini lebih parah dibanding pendahulunya menjual Pulau
dan Indosat. Jangan salahkan rakyat, jika rakyat membrontak jika benar-benar
Istana Rakyat dijual. Ini sudah menjual Indonesia. Bayangan pun terus
memberikan argumennya.
Sekali lagi kita ini rakyat jelata, tunggulah. Biarkan pak
Presiden, wakil Presiden beserta para pembantunya bekerja bekerja bekerja demi
kesejahteraan rakyat. Janganlah menilai manusia dari dhahirnya, masih ingatkah
dengan cerpen karangan KH. Musthofa Bisri yang berjudul “Gus Ja’far”, gus
Ja’far yang disuruh Ayahnya untuk bertemu Kyai Tawakkal atau biasa dipanggil
Mbah Jogo dalam lingkungan kyai Tawakkal, mp3 cerpen yang pernah kita dengarkan
bersama kawan-kawan saya dipenghujung malam. Pesan yang diambil adalah,
janganlah menilai secara dhahir kepada orang-orang yang di warung remeng-remeng
tersebut. Karena apa
yang kau lihat belum tentu merupakan hasil dari pandangan kalbumu yang bening.
Bayangan-ku memotong pembicaraan dengan mengatakan, itu tugas
kamu sebagai raga, saya hanyalah ruh yang di tiupkan oleh Gusti sebagaimana
firman-Nya
$sY÷xÿoYsù $ygÏù `ÏB $oYÏmr
“lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami “
Jadi tugas saya itu melihat dengan batin, dan tugas kamu
melihat dengan dhahir. Tutur bayangan saya.
Wah, wah, wah anda keras kepala ya. Sebenarnya anda itu nafsu
yang di cuci ratusan kali oleh Allah dalam sungai neraka kah, sebelum di
letakkan dalam raga mansia? Yang konon katanya, saat Sang Hyang Widi
menciptakan akal dan nafsu, Allah menanyakan pada keduanya tentang siapakah
yang menciptkan kalian berdua? Sang akal menjawab, saya diciptakan oleh Tuan,
wahai Gusti dan si nafsu menjawab saya ada dengan sendirinya. Dan anda baru
sadar setelah di rendam beberapa ratus kali, anda baru sadar bahwa Allah-lah
yang menciptakan anda dan semesta ini. Bukan begitu ceritanya? Tanya saya pada
bayangan yang dari tadi mengisi waktu senja saya.
Haha bukan urusan anda! Jawab bayangan sambil menghentakkan
tangannya pada lantai.
Wah, wah Gusti janu-janu(mungkin) salah menciptakan anda.
Haha sambil ketawa saya. Tapi kenapa Allah mengatakan Rabbana ma khalaqtabathilan,
wahai Tuhan kami tidak ada yang Engkau ciptakan dengan sia-sia.?
Haha atau mungkin kita tertukar ya, sebenarnya kamu yang jadi
ruh dan saya (ruh) yang jadi kamu (raga))....
Hahahahahhahahah.... hahahahahahaha kamipun asyik tertawa
lepas.
Dan tiba-tiba bayangan itu pergi, dan saya mencoba bertanya.
Mau kemana kamu. Berlindung pada yang lain, mencari kehidupan yang lain :D
Hahhahaha jawab saya sambil tertawa, namun tiba-tiba saya
merasa heran. Konon katanya ruh itu tak akan kesasar (salah jalur) pada
raganya, seperti yang diungkapkan syiir tanpa waton karangan Gus Dur, “Lamun palastro ing pungkasane, Ora
kesasar roh lan sukmane”. Tapi kok bayangan saya hilang ya,? Kemana dia?
Tiba-tiba bayangan itu kembali dan masuk dalam raga ini. Dan
semoga tak akan pernah keluar lagi sebelum Gusti menakdirkan Innalillahi
wainna ilaihi rajiun.