Seandainya ilmu
yang dimiliki oleh Ki Ageng Djayadigdo berupa aji-aji pancasona bisa diperoleh,
yang konon katanya beliau hidup kembali ketika tanah menyentuh beliau akan tapi
bukan rekarnasi namanya. Seandainya pula, waktu itu Pangeran Diponegoro bukan orang
sakti, mungkin peperangan di Jawa Tengah tak akan berlangsung selama 5 tahun,
1825-1830. Andai kata, sewaktu perang Bharatayuda antara Pandhawa yang dipimpin
oleh Yudhistira dengan empat saudara beserta pasukannya bukan orang-orang yang
sakti mandraguna untuk melawan Kurawa yang dibawah komando Duryudana beserta
seratus saudaranya yang dibantu oleh pamannya Sengkuni tak tertinggal pula
pasukannya untuk memperebutkan kekuasaan di Hastinapura, tak bisa dibayangkan
betapa hancurnya Pandhawa dan mungkin Yudhistira bersama saudaranya tak akan
pernah pergi ke gunung Himalaya untuk karsyan patapan (mujahadah) kepada Sang
Hyang Widi sebelum menemui ajalnya dan berakhir hidup kekal di surga Tuhan.
Kita tak bisa
membayangkan, jikalau para walisongo menyebarkan Islam di Nusantara khususnya
di Jawa dengan model dakwah para pejuang pembela Islam dengan mengharamkan
berbagai tradisi Nusantara yang telah ada, mungkin eksistensi Islam jawa atau
Islam Nusantara tak akan menjadi ummat Islam terbesar sedunia, atau bahkan Islam
tak akan pernah eksis di Ibu Pertiwi. Islam hanyalah tamu yang datang, para
walisongo menyadari hal itu beliau memakai dakwah dengan karakteristik
mayarakat setempat. Tak bisa disamakan antara dakwah putih yang digagas oleh
sunan Ampel dengan dakwah abang(red. Merah) yang digagas oleh sunan Kalijogo.
Walisongo sendiri terbagi menjadi dua model dakwah, bukan berarti sunan Kaijogo
tak paham esensi Islam, bukan pula Sunan Ampel tak mendukung dakwah sunan
Kalijogo. Akan tetapi, kondisi masyarakat di Ampel Denta Suroboyo berbeda
dengan di Kadilangu Demak. Kebudayaan yang lahir atas kesepahaman dan
kesepakatan oleh masyarakat menjadikan wayang sebagai budaya dan tradisi di
Kadilangu. Darah sapi tak boleh mengalir di Kudus, itulah larangan sunan Kudus
sebagai tanda toleran terhadap ummat Hindu yang telah lama menghuni di Kudus.
Sapi sebagai hewan suci untuk agama Hindu, tak heran jika sang sunan melarang
untuk menyembelihnya. Sunan Bonang dengan alat musiknya telah meluluhkan hati orang-orang Tuban. Mereka para sunan mampu mensinkretisme(mengawinkan aliran dengan budaya lokal), sehingga Islam mampu dterima dengan tangan terbuka serta
lapang hatinya. Namun berbeda dengan kondisi di Ampel Denta Suroboyo, yang
mayoritas penduduknya adalah para begal, peminum minuman keras, berjudi, pelaku
seks komersial, oleh sebab itu sang sunan berdakwah amar makruf nahi mungkar.
Begitu juga yang dilakukan oleh sunan Drajad (putra sunan Ampel) dengan cara
dakwahnya membangun perekonomian rakyat.
Rakyat
Indonesia yang telah sabar untuk berperang tanpa menyerah kepada penjajah,
merupakan anugerah terbesar Tuhan. Kalaupun sewaktu itu, rakyat lebih memilih menjadi negara yang
merdeka akan tetapi menjadi bagian dari penjajah layaknya negara Malaysia
negara merdeka bagian Inggris, mungkin tak akan pernah terdengar lagu syukur,
lagu padamu negri, lagu Indonesia Raya yang selalu kita nyanyikan, atau kita
tak akan pernah merasakan indahnya mengatakan “merdeka” dengan suara lantangnya
Bung Karno sang orator ulung penggebrak semangat rakyat, arek-arek Suroboyo tak
pernah akan turun mempertahankan
kemerdekaan Indonesia jikalau Bung Tomo tak pernah mengatakan “Merdeka” kepada
rakyat Suroboyo, atau juga tak akan pernah ada monumen 3 Oktober 1945 di
Pekalongan sebagai tanda kegigihan mengusir penjajah yang masih bercongkol di
Pekalongan dengan satu kata “merdeka”. Semua itu tak akan terasa jikalau rakyat
merasa lelah, hanya pasrah terhadap penjajah.
Perjuangan
rakyat Indonesia bukanlah masa yang singkat namun berabad-abad pula kita hidup
dengan egoisme, kita bukan melawan penjajah asing tapi justru kita melawan
sesama saudara bangsa. Kita mudah di adu domba, Belanda dengan sengaja
melakukan politik devide et impera (politik adu domba). Antar keluarga, antar
ras, antar suku, antar daerah saling bertikai satu sama lainnya. namun
perjuangan Indonesia baru dimulai dengan terbentuknya organisasi Budi Utomo, 20
Mei 1908. Organisasi inilah yang menjadi tonggak persatuan, untuk kepentingan
Bangsanya, melawan penjajah bukan melawan saudara setanah airnya. Sebagai
puncak, lahirlah sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai embrio bahwa rakyat
Pribumi sudah insyaf untuk melawan penjajah Belanda. Tidak berhenti disitu, sumpah
yang di deklarasikan itu, bukanlah sumpah yang tak ada implementasinya sebagaimana
sumpah para dewan wakil rakyat yang gemar bersumpah dikampanye, bersumpah
jabatan di saksikan kitab suci agama masing-masing dewan namun tak insyaf
jiwa-jiwa mereka bak kerdus yang kosong terkena air pula dan tak berguna pula.
Sumpah pemuda menjadi semangat untuk
mewujudkan Indonesia yang merdeka, sebagai puncaknya lahirlah Indonesia sebagai
negara penggalan surga yang seakan-akan surga pernah bocor mencipratkan
keindahan, kesejahterkan dan kekayaan untuk dikelola, ditanam, dan dimanfaatkan
untuk kesejahteran rakyat Bumi pertiwi--yang berabad-abad hidup dalam
kemiskinan, kelaparan, kepriatinan dibawah kapitalisme penjajah-- dengan
kemerdekaan Indonesia berdikari dalam segala lini kehidupan bernegara , 17 Agustus
1945.
Semua peristiwa
yang terjadi bisa menjadi barometer untuk kehidupan kita, sebuah karya harus
ada penolakan. Sebuah kesuksesan harus ada manifestasi kegagalan dan kesabaran.
Sebuah cita-cita harus ada pengorbanan. Singakat kata, Anies Basweden mengatakan
“perjuangan adalah pelaksanan dari kata-kata”.
Namun peristiwa
yang terjadi adalah buah dari kesabaran dalam menempuh hidup. Jikalau Ki Ageng
Djayadiga, Pangeran Diponegoro, Walisongo, para Pejuang Kemerdekan dan
orang-orang yang mempunyai keistimewaan, bukan termasuk orang-orang yang
dihatinya terdapat kesabaran, mungkin mereka tak pernah ada dalam manuskrip
sejarah Indonesia.
Sabar merupakan
sebuah tantangan tersendiri, sabar adalah ujian terberat Tuhan yang sengaja
diberikan kepada manusia. makanya jauh-jauh hari Allah memperingatkan kita
dalam hadits Qudsi-Nya, :
مَنْ لَـمْ يَرْضَ بِقَضَائِي وَلَـم يَصْبرْ عَلَى بَلَائِي
وَلـَم يَشكُرْ على نِعَمَائِــي فَـلْـيَتَخِذْ رَبًا سِوَائِي
“Barangsiapa yang tak ridla dengan kepastian-Ku, barangsiapa yang tak sabar
akan ujian-Ku, barangsiapa siapa yang tak syukur akan nikmat-nikmat-Ku maka
carilah Tuhan selain Aku (Allah SWT).”
Semua akan
indah pada masanya, kita akan menikmati apa yang menjadi perjuangan kita.
Kalaupun sewaktu itu, bapak manusia dunia nabi Adam menolak memakan buah khuldi
dari pemberian iblis yang menyamar Hawa, mungkin kita tak akan pernah merasakan
perjuangan, tak pernah ada pertikaian, tak kan pernah meraskan kerasnya hidup,
tak pernah kita merasakan manis pahitnya jatuh cinta, kita juga tak akan pernah
memperoleh ilmu Tuhan yang bak samudera tak ada ujungnya.
Kita hanya
duduk manis menikmati surga, semua permintaan, jamuan, bidadari dan apapun juga
keinginan kita ada dalam pandangan kita. Namun kita tak akan pernah merasakan
keras dan kejamnya hidup, cinta dan ilmu.
Andai kata,
saat itu Rasulullah meminta agar ummat ini dibinasakan sebagaimana permintaan
nabi Nuh, nabi Luth dan juga nabi-nabi lainnya terhadap ummatnya, mungkin kita
tak akan pernah ada dalam dunia ini. Inilah bukti kecintaan Nabi Adam dan
Rasulullah saw, agar ummat-nya merasakan pahit manisnya kehidupan berbalut
kesabaran, ketekunan, keuletan untuk menyongsong kehidupan lebih baik. Sudah
selayaknya, suatu saat nanti kita akan menikmati jerih payah kita, menikmati
mandi keringat kita dengan kesuksesan. Sebuah syair arab mengatakan, :
اعْلَمْ فَــــــــــــــــــــــــعِلْمُ
المرْءِ يَنفَعُـــــــــــــــــــــــهُ – اِنْ سَـــــــــــــــــــــوفَ يَأْتِي
كُلُ مَا قُــــــــــــــــــــــــــدِرا
Yakinilah, ilmu
seseorang itu akan bermanfaat. Sesungguhnya pula, suatu waktu akan datang
kesuksesan yang selama ini dicita-citakan.
Seorang ilmuwan
pernah berkata, tak pernah ada orang sukses yang mati tenggelam di lautan
keringat. Dan suatu waktu pula, kita akan menjadi pemimpin penentu kemajuan
bangsa dan negara, mampukah kita menjawab tantangan zaman dengan dedikasi yang
akan kita sumbangkan untuk bangsa dan negara serta agama.
Hari ini, kita
adalah pemimpi dan pejuang, namun suatu saat nanti, kita sama-sama menjadi
pelaku dan pemimpin menggantikan generasi sebelum kita untuk kearah yang lebih
baik. Bung Karno pun pernah berkata "pemimpin itu lahi dari jalan yang tak terduga". Dan waktulah yang akan menjawab dan membuktikannya, imam Ibnu Malik
jauh-jauh hari telah memberi isyarat dalam kitab Alfiyah nya mengatakan :
يَــنُوبُ مَفْعُــــــــــــــــولٌ
بِهِ عَنْ فَاعِـــــــــــــــــــــــلِ – فِيمَا لَهُ كَنِيْـــــــــــــلَ خَيرُ
نَائِـــــــــــــــــــــــــلِ
Sebuah generasi muda (obejek kebijakan) akan menggantikan generasi
sebelumnya, menjadi seorang pemimpin pembuat kebijakan. Dan itulah anugerah
yang terbaik dari Sang Pemberi Anugerah.
Ini bukanlah
tulisan motivasi, namun ini hanyalah buangan pikiran saya. Ini hanyalah sebuah
do’a lewat sebuah tulisan yang tak bekertas, tak bertinta pula. Semoga ada
manfaat dan barakah untuk kita semua, semoga pula kita digolongkan Allah dalam
golongan orang-orang yang sabar hati, jernih dalam berpikir, cerdas dalam
bertindak, dan arif serta bijak dalam berprilaku. Semoga Tuhan menolong kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar