Jumat, 19 Desember 2014

Berbicara dengan Bayangan dan Tuhan

Saat menikmati senja di penghujung hari, tiba-tiba saya teringat ayat Tuhan saya tentang rahmatan lil alamiin, pembawa kesejukan bagi semesta alam. Konon katanya, ayat tersebut untuk baginda Nabi Saw , sang kekasih Tuhan saya. Konon katanya pula, bahwa sifat rahman-Nya yang berjumlah 1000 itu salah satunya diberikan kepada Nabi Muhammad. Singkat kata, islam adalah agama pembawa rahmat. Masih dalam angan-angan saya terhadap ayat Tuhan tersebut, tiba-tiba ada pikiran yang mengganjal. Kenapa ya, komunitas yang mengatasnamakan agama islam menolak dengan keras terhadap pelantikan gubernur Jakarta, pak Ahok sapaan akrabnya.
Tiba-tiba ada sesosok makhluk yang datang dan duduk dengan membawakan kopi hitam, kopi kesukaan saya pengusir rasa kantuk serta pembawa inspirasi. makhluk itu serasa tak asing bagi saya, ternyata makhluk yang datang dengan membawakan secangkir kopi adalah sesosok pendamping setia dalam keadaan sedih, bahagia, sakit, sehat, galau, suka dan berbgaai perasaan yang lain, ialah bayang-bayang saya sendiri. Hehe.
Apa yang anda pikirkan pak? sapa bayangan-ku memecah lamunanku. Ini masalah rahmatan lil’alamiin, katanya islam itu pembawa rahmat tetapi kok harus melawan Pak Ahok dan membikin Gubernur Jakarta tandingan, Fahrurrozi... Haha, sebelum jauh membicarakan tentang Gubernur, lebih baik membicarakan rahmatan lil’alamiin nya dulu mas.
Islam itu kan diciptakan untuk semua makhluk Allah dan Nabi Muhammad di utus untuk melintasi dua bangsa, bangsa jin dan bangsa manusia. jadi sudah menjadi haknya ummat islam untuk memprioritaskan dirinya menjadi superior. Perlu diingat pula, islam pernah menaklukkan konstantinopel dalam kekuasaan Muhammad Al-Fatih. Lanjut bayangan-ku.
Lhoh lhoh kok gitu? Kita hidup di negara Indonesia, negara yang berdiri atas dasar kemanusiaan, nasib dan perjuangan. Kita terlahir dalam keadaan berbeda pula, kenapa harus kita menuntut hak prioritas kita sebagai makhluk mayoritas di bumi pertiwi ini. Jawab saya.
Coba anda renungkan mas, islam kan pembawa rahmat, so sudah pasti komunitas tersebut ingin menyebarkan rahmat dengan memilih pemimpin yang muslim. Bayangan saya menjawab dengan mudah seolah tanpa beban.
Haha itu kan kamu, bayangan. Saya lebih memilih pemimpin yang non muslim namun jelas integritasnya daripada harus memilih pemimpin muslim tapi tak islami.
Belum selesai saya menjawab, si bayangan langsung memotong pembicaraan saya.
Anda lebih memilih yang bukan muslim? Lantas bagaimana dengan hadits yang mengatakan memilih pasangan hidup itu berdasarkan 4 perkara, karna hartanya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Intregitas dan kapabilitasnya dalam bahasa inteleknya, atau filsafat jawanya bobot bibit dan bebetnya diperhatikan. :D dan juga pak Ahok itu orang yang sombong.
Saya pun langsung memotong pembicaraan bayangan, lhoh itu kan msalahnya terhadap cewek. Ini memilih pemimpin bung, bukan memilih cewek sebagai seorang istri! Pemimpin itu adalah pelindung, penentram rakyat, dan penyelimut rakyat bak seorang istri sebagai penyelimut malam. Jawab si bayangan.
Haha sudahlah lupakan pendamping hidup, kembali pada topik utama pak Ahok! Ini lebih urgen dibanding si cewek. Tutur saya mencoba mengalihkan ke topik utama. Bayangan saya pun tertawa lepas, hahahahaha. Ya sudahlah, kita kembali pada topik utama.
Tadi anda mengatakan, bahwa pak Basuki itu orang sombong. Sombongnya dimana? Dan kapan?. Saya mencoba mengajukan pertanyaan pada sang bayangan. Lhoh kita kan pernah sama-sama membaca koran dipojok tempat suci, ada kalimat yang mengatakan namun tak terkatakan. Pak Basuki Tjahaya Purnama itu sudah mempelajari islam sejak kecil, bahkan dulu disekolahnya sempat akan menghafal Quran namun dilarang oleh gurunya karna pak Ahok kecil non muslim. Jawab bayangan saya.
Terus letak kesalahan dan sombongnya? Saya pun memotong penjelasan bayangan. Kamu itu seringnya memotong pembicaraan yang belum selesai dilontarkan, ini lhoh pak Ahok kan mengatakan saya mampu menghafal al-Quran dan saya lebih islami dibanding yang muslim yang sukanya mengkafirkan orang lain. Saya itu belum dapat hidayah Allah saja. Tutur sang bayangan.
Haha anda mempermasalahkan tentang hidayah? Kan’an yang seorang putra mahkota nabi Nuh saja matinya ditenggelamkan Allah, hidayah itu adakalanya tak harus berupa penunjukkan ke jalan lurus, agama islam saja. Namun adakalanya hidayah itu berupa rahmat Allah. Ilmuwan-ilmuwan non muslim juga banyak, bahkan mereka adalah inspirator, sang penemu alat untuk kemajuan dunia. mari kita renungkan bersama, kisah Imam Syafi’i, yang tiba-tiba lupa(lalai) dengan hafalan-hafalan dan ilmu yang telah di pelajari. Sang Imam, mengeluh kepada Syekh Waki’ (guru beliau). Dan sang guru memberika nasihatnya, ”untuk meninggalkan maksiat. Perlu diketahui ilmu itu cahaya suci, ilu itu cahaya kebenaran, ilmu itu cahaya Allah, dan tak pantas cahaya Allah diberikan pada orang yang bermaksiat.”
شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي   #    فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
 وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ    #           وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي
Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa  ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.
Qala Muhammadun huwabnu Maliki, ada yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Dalam kajian balaghah ataupun linguistik, sang Imam Alfiyah menggunakan kata Qala yang bermakna madli(lampau), artinya perkataan yang telah dikatakan. Namun kata Qala  ini didahulukan dibanding dengan yang dikatakan (objeknya). Ada apa dengan kata madli? Ternyata sang Imam telah menguasai berbagai kajian nahwu ---dari para pendahulunya termasuk bapak Nahwu Abu Aswad ad-Du’ali atas perintah Sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk membuat gramatika bahasa arab— untuk mengarang kitab Alfiyah ibnu Malik dan semua telah tersusun rapi dalam ingatan sang Imam.
Lebih jauh lagi, ternyata sang Imam pernah menyombongkan diri, bahwa kitab Alfiyah yang masih dalam proses karangannya lebih sempurna dibanding milik guru beliau, Imam Ibnu Mu’thi. Seketika itu, sang Imam bagai tergoyang oleh ombak badai, lenyap  sudah keilmuan beliau.
وَتَقْتَضِي رِضًا بِغَيْرِ سُخْطِ   -   فَائِقَةً اَلْفِيَةَ ابْنِ مُعْطِ
Seketika sang imam Ibnu Malik menuliskan bait tersebut, ingatannya langsung kembali. Sekaliber Barseso pun pernah terjebak pada lingkaran setan, terjerumus dalam lobang jananan tergilas roda iri hati terhadap orang yang lebih khsuyuk dibanding dirinya. Singkat kata, ilmu itu adalah musuhnya orang yang sombong bak banjir musuhnya tempat yang tinggi. Sebagaimana yang diungkapkan imam Az-Zarnuzi dalam Ta’lim Muta’alimnya, mengatakan :
اَلْعِلْمُ حَرْبٌ لِلْمُتَـــــــــــــــــــــعَا لِى   -   كَالسَـــــيـــْلِ حَرْبٌ لِلْمَكَانِ العَالِي
Hidayah Tuhan itu adalah hak prerogatif -Nya. Entah siapapun juga orangnya berhak untuk mendapat hidayah-Nya. saya mencoba untuk menggambarkan kepada bayangan.
Apa yang kamu katakan, hak prerogatif? Hak prerogatif itu telah tercampuri oleh kepentingan. Pak Presiden yang mempunyai hak prerogatif penuh akan pemilihan menterinya pun, harus sowan(laporan) kepada KPK, dan PPATK. Dan bandingkan dengan pemilihan Jaksa Agung, tanpa ada acara sowan kesana kemari, langsung menentukan bahwa Pak Prasetyo diangkat untuk menjadi Jaksa Agung.  Anehnya lagi, sebelum pengumuman Jaksa Agung tersebut, pak Surya Paloh menyempatkan sowan ke Istana Merdeka. Entah saya tak bisa mengira apa yang mereka bicarakan, namun Pak Jaksa baru itu adalah orang partainya Pak Surya. Itu kah hak prerogatif? Bukannya Tuhan mu mengatakan,
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Saya langsung memotong penjelasan si bayangan, jangan mengorelasikan Tuhan dengan Pak Presiden! Hertak saya.
Suara rakyat adalah suara Tuhan, Pak Jokowi adalah pilihan rakyat, pemimpin dari rakyat. Coba euforia penyambutan pak Jokowi saat pelantikan presiden, 20 Oktober lalu. Begitu binarnya wajah rakyat, menyambut presiden ketujuh, presiden harapan rakyat. Bahkan tak sedikit pula yang menganggap bahwa Jokowi pasti bisa menyelesaikan masalah Indonesia. kita luput, bahwa Jokowi hanyalah manusia yang sudah dipastikan terbatas kemampuannya, dia bukan Tuhan yang bisa membolak-balikkan keadaan. Bahkan takjarang pula, ada yang menganggap, bahwa Pak Presiden ketujuh ini adalah Satria piningit. Padahal jauh-jauh hari, sang Proklamator kita telah menegaskan soal satria piningit dalam Indonesia menggugat. “Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya ‘Ratu Adil’. Apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan rakyat? Tak lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu tak habis-habisnya menunggu-nunggu, mengharap-harapkan, datangnya pertolongan. Sebagaimana orang yang dalam kegelapan tak berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan mengharap-harap. “Kapan, kapankah matahari terbit?”
sepertinya bayangan telah selesai dengan penjelasannya tentang Tuhan.
Terenung saya, begitukah persamaan Jokowi dengan Tuhan? Tiba-tiba saya teringat perkataan Imam Ghazali, seketika saya lontarkan pada bayangan.
 وَكُلُ مَحْبـُـوبٍ مَعْــبُوْدٌ وَكُلُ مَعبـُـودٍ اِلَـــهٌ كُلُ مَـقْـصُودٍ مَحْـُبوبٌ
“Setiap apa yang kita cita-citakan itu yang kita cintai, Setiap yang kita cintai adalah yang kita rela berkorban untuknya, dan setiap yang kita rela berkorban adalah Tuhan”.
Tiba-tiba bayangan-ku memotong perkataan-ku dengan mengatakan, itu yang saya maksud. Coba kita amati ihwal pak Jokowi akhir-akhir ini, seakan-akan menghendaki kenaikan semua barang kebutuhan rakyat, BBM, listrik, bahan pasar dan lain sebagainya. Kartu sakti yang dijanjikan beliau pun hanyalah manuver belaka. Tutur bayangan saya.
Kok manuver belaka? Tanya saya, saya sangat penasaran dengan bahasa manuver dan kartu sakti Jokowi.
Kartu itu kan sebagai kompensasi atas kenaikan bahan bakar minyak, yang jumlahnya hanya 400.000,00. Bukankah dana kompensasi itu telah dilakukan oleh presiden sebelumnya? Hanya ganti istilah, namun programnya masih sama saja. Jawab bayangan saya.
Owh githu tho permasalahannya, tapi janganlah menilai pak Jokowi dengan kacamata lahir kang!, pemerintahan Presiden kita yang baru masih seumur jagung, belum ada satu tahun apalagi 5tahun. Kita belum melihat hasilnya kang. Saya mencoba memberikan penjelasan biar tidak suudzon.
Satu lagi mas, kita pernah melihat berita yang mengatakan Menteri BUMN Ibu Rini akan menjual gedung BUMN, entah apa motifnya, namun hemat saya adalah aset negara kok dijual? Nanti lama-kelamaan Istana Merdeka dan Istana Negara juga bakal dijual, ini lebih parah dibanding pendahulunya menjual Pulau dan Indosat. Jangan salahkan rakyat, jika rakyat membrontak jika benar-benar Istana Rakyat dijual. Ini sudah menjual Indonesia. Bayangan pun terus memberikan argumennya.
Sekali lagi kita ini rakyat jelata, tunggulah. Biarkan pak Presiden, wakil Presiden beserta para pembantunya bekerja bekerja bekerja demi kesejahteraan rakyat. Janganlah menilai manusia dari dhahirnya, masih ingatkah dengan cerpen karangan KH. Musthofa Bisri yang berjudul “Gus Ja’far”, gus Ja’far yang disuruh Ayahnya untuk bertemu Kyai Tawakkal atau biasa dipanggil Mbah Jogo dalam lingkungan kyai Tawakkal, mp3 cerpen yang pernah kita dengarkan bersama kawan-kawan saya dipenghujung malam. Pesan yang diambil adalah, janganlah menilai secara dhahir kepada orang-orang yang di warung remeng-remeng tersebut. Karena apa yang kau lihat belum tentu merupakan hasil dari pandangan kalbumu yang bening.
Bayangan-ku memotong pembicaraan dengan mengatakan, itu tugas kamu sebagai raga, saya hanyalah ruh yang di tiupkan oleh Gusti sebagaimana firman-Nya
$sY÷xÿoYsù $ygŠÏù `ÏB $oYÏmr
“lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami “
Jadi tugas saya itu melihat dengan batin, dan tugas kamu melihat dengan dhahir. Tutur bayangan saya.
Wah, wah, wah anda keras kepala ya. Sebenarnya anda itu nafsu yang di cuci ratusan kali oleh Allah dalam sungai neraka kah, sebelum di letakkan dalam raga mansia? Yang konon katanya, saat Sang Hyang Widi menciptakan akal dan nafsu, Allah menanyakan pada keduanya tentang siapakah yang menciptkan kalian berdua? Sang akal menjawab, saya diciptakan oleh Tuan, wahai Gusti dan si nafsu menjawab saya ada dengan sendirinya. Dan anda baru sadar setelah di rendam beberapa ratus kali, anda baru sadar bahwa Allah-lah yang menciptakan anda dan semesta ini. Bukan begitu ceritanya? Tanya saya pada bayangan yang dari tadi mengisi waktu senja saya.
Haha bukan urusan anda! Jawab bayangan sambil menghentakkan tangannya pada lantai.
Wah, wah Gusti janu-janu(mungkin) salah menciptakan anda. Haha sambil ketawa saya. Tapi kenapa Allah mengatakan Rabbana ma khalaqtabathilan, wahai Tuhan kami tidak ada yang Engkau ciptakan dengan sia-sia.?
Haha atau mungkin kita tertukar ya, sebenarnya kamu yang jadi ruh dan saya (ruh) yang jadi kamu (raga))....
Hahahahahhahahah.... hahahahahahaha kamipun asyik tertawa lepas.
Dan tiba-tiba bayangan itu pergi, dan saya mencoba bertanya. Mau kemana kamu. Berlindung pada yang lain, mencari kehidupan yang lain :D
Hahhahaha jawab saya sambil tertawa, namun tiba-tiba saya merasa heran. Konon katanya ruh itu tak akan kesasar (salah jalur) pada raganya, seperti yang diungkapkan syiir tanpa waton karangan Gus Dur, “Lamun palastro ing pungkasane, Ora kesasar roh lan sukmane”. Tapi kok bayangan saya hilang ya,? Kemana dia?
Tiba-tiba bayangan itu kembali dan masuk dalam raga ini. Dan semoga tak akan pernah keluar lagi sebelum Gusti menakdirkan Innalillahi wainna ilaihi rajiun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar