Rabu, 24 September 2014

melawan batu kehidupan

Perjuangan masih teramat panjang, catatan taqdir Tuhan di singgasa-Nya untuk kita masih belum menemukan titik akhir. Tak ada kata lelah yang semestinya tak pernah terucapkan oleh kita. Kita masih diberi sebuah pedoman kitab suci untuk selalu di buka dan dibaca. Kitab suci yang menjadi alat dialektika kita kepada Tuhan dari problem-problem kehidupan.
Namun apa guna, kita hanyalah manusia yang masih tak berdaya jika ujian hidup melanda kita. Kita seakan-akan tak mampu hidup, dibenak kita terbesit mungkinkah ini kuasa-Mu, yang konon katanya Engkau maha Adil. Mana janji-Mu?
Sejenak kita merenung, seberapa jauh kita menjauhi-Nya, seberapa lama kita terjerumus dalam lubang ketidakpercayaan dan keputusasaan, seberapa seringkah kita menghardik orang-orang di sekitar kita, seberapa lama kita bermuwajahah pada-Nya, setebal apa debu yang menutupi sampul kalam-Nya, dan sebesar apa dosa kita?
Melihat benang merah dari kehidupan yang telah Gusti gariskan pada kita, kita terlalu dan sering bahkan terkesan mengintervensi kehendak Gusti. Solusi yang pernah Allah tawarkan pada kita dalam kitab suci-Nya “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya pada engkau(red.Nabi Muhammad saw) tentang Aku(red.Allah), maka sesungguhnya Aku adalah dzat yang Maha dekat lagi dzat mengabulkan hajat.
Masalah-masalah yang semestinya menjadi cambuk untuk kita menjadi insan yang lebih kuat akan batu-batu kerikil yang menghalang, menjadi pelaut yang yang menaklukkan badai, menjadi pilot yang tak pernah takut akan jatuh dari angkasa, menjadi pemadam kebakaran yang takkan takut akan si jago merah, api kehidupan.
Konsistensi akan semangat kita untuk menghadang badai yang merintang dan serta tak pernah menyerah akan batu kerikil yang menghadang. Keajegan kita untuk mengejar cita-cita, himmah untuk hidup yang lebih baik seharusnya tak pernah tergoyahkan oleh halangan yang merintang. Syekh Az-Zarnuzi dalam kitabnya mengatakan  
لكلّ الى شإوالعلى حركات     ولكن عزيز فى الرّجال ثبات
Setiap orang mempunyai cita-cita yang luhur tetapi banyak orang yang tak konsisten akan cita-citanya.
Selain konsisten, sabar juga diperlukan untuk mewujudkan cita-cita kita. Sabar adalah melawan nafsu dari hal yang tidak diinginkan. Sabar pula sebagai media untuk kita belajar akan sifat qanaah (triman ing pangdum).  Maqalah arab mengatakan :
الشّجاعة صبر ساعة
Keberaniaan adalah sabar sesaat.
Sabar sendiri terbagi menjadi 3, sabar akan taa’at beribadah, sabar dari musibah dan sabar dari maksiat. Jika diurai satu persatu, sabar akan ta’at beribadah menjadi hal yang terpenting sebagai fundamental kehidupan kita. Sabar dari godaan syetan yang terus akan menghantui kita, janji syetan untuk menggoda kita sampai sang matahari tak terbit darri orbitnya. Wasta’inu bissabri wassalah, Allah sendiri telah mengingatkan kita untuk bersabar dalam melaksanakan shalat dan serat beribadah pada-Nya.
Sabar dari musibah yang telah digariskan pada kita, sabar dari kehilangan seseorang, sabar dari hal yang kita senangi terasa berat jika hal itu hilang. Namun ada hikmah dibalik musibah yang menimpa kita. Sabar dari maksiat, menjadi tantangan kita untuk menghindari norma-norma yang tak sesuai agama dan negara dan menghindari norma-norma yang tak sesuai adat istiadat yang berlaku.
Keridlaan pun menjadi hal yang urgen untuk kehidupan kita. Ridla akan hal yang Allah sematkan untuk kita. Sayyidina Ali pun mengungkapkan keridlaan dalam sebuah syairnya :
رضينا قسمة الجبار فينا     لناعلم وللاعداء مال
Kami ridla akan pembagian Allah (red.taqdir Allah) pada kita. Kami mempunyai ilmu dan para musuh mempunyai harta.
Dalam filosofi jawa pun, ada istilah triman ing pangdum menerima yang telah Allah bagikan untuk kita. Tak ada yang sia-sia apa yang Allah ciptakan untuk kita, langit yang biru, lautan yang membentang, hutan yang dihiasi pepohanan yang hijau menjulang tinggi, keanekaragaman hayati, berbagai karakteristik manusia yang berbeda pula, pasti tak ada yang sia-sia. Dalam kalam-Nya, Allah berfirman : Rabbana ma khalaqta hadza bathilan, Ya Tuhan kami tidak ada ciptaan Engkau yang sia-sia.
Ridla adalah meninggalkan kemarahan, marah atas kepastian Allah. Ridla pun diartikan menerima pembagian dari-Nya (triman ing pangdum). Mari kita simak hadits qudsi  sebagai akhir melengkapi catatan ini,
من لم يرض بقضائي ولم يصبر على بلائي ولم يشكر على نعمائي فليتخذ ربا سوائي
Barangsiapa yang tak ridla dengan kepastian-Ku, barangsiapa yang tak sabar akan ujian-Ku, barangsiapa siapa yang tak syukur akan nikmat-nikmat-Ku maka carilah Tuhan selain Aku (Allah SWT).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar