Perjuangan
masih teramat panjang, catatan taqdir Tuhan di singgasa-Nya untuk kita masih
belum menemukan titik akhir. Tak ada kata lelah yang semestinya tak pernah
terucapkan oleh kita. Kita masih diberi sebuah pedoman kitab suci untuk selalu
di buka dan dibaca. Kitab suci yang menjadi alat dialektika kita kepada Tuhan
dari problem-problem kehidupan.
Namun
apa guna, kita hanyalah manusia yang masih tak berdaya jika ujian hidup melanda
kita. Kita seakan-akan tak mampu hidup, dibenak kita terbesit mungkinkah ini
kuasa-Mu, yang konon katanya Engkau maha Adil. Mana janji-Mu?
Sejenak
kita merenung, seberapa jauh kita menjauhi-Nya, seberapa lama kita terjerumus
dalam lubang ketidakpercayaan dan keputusasaan, seberapa seringkah kita
menghardik orang-orang di sekitar kita, seberapa lama kita bermuwajahah
pada-Nya, setebal apa debu yang menutupi sampul kalam-Nya, dan sebesar apa dosa
kita?
Melihat
benang merah dari kehidupan yang telah Gusti gariskan pada kita, kita terlalu
dan sering bahkan terkesan mengintervensi kehendak Gusti. Solusi yang pernah
Allah tawarkan pada kita dalam kitab suci-Nya “Apabila hamba-hamba-Ku
bertanya pada engkau(red.Nabi Muhammad saw) tentang Aku(red.Allah), maka
sesungguhnya Aku adalah dzat yang Maha dekat lagi dzat mengabulkan hajat.”
Masalah-masalah
yang semestinya menjadi cambuk untuk kita menjadi insan yang lebih kuat akan
batu-batu kerikil yang menghalang, menjadi pelaut yang yang menaklukkan badai,
menjadi pilot yang tak pernah takut akan jatuh dari angkasa, menjadi pemadam kebakaran
yang takkan takut akan si jago merah, api kehidupan.
Konsistensi
akan semangat kita untuk menghadang badai yang merintang dan serta tak pernah
menyerah akan batu kerikil yang menghadang. Keajegan kita untuk mengejar
cita-cita, himmah untuk hidup yang lebih baik seharusnya tak pernah tergoyahkan
oleh halangan yang merintang. Syekh Az-Zarnuzi dalam kitabnya mengatakan
لكلّ
الى شإوالعلى حركات ولكن عزيز فى الرّجال
ثبات
Setiap
orang mempunyai cita-cita yang luhur tetapi banyak orang yang tak konsisten akan
cita-citanya.
Selain
konsisten, sabar juga diperlukan untuk mewujudkan cita-cita kita. Sabar adalah
melawan nafsu dari hal yang tidak diinginkan. Sabar pula sebagai media untuk
kita belajar akan sifat qanaah (triman ing pangdum). Maqalah arab mengatakan :
الشّجاعة
صبر ساعة
Keberaniaan
adalah sabar sesaat.
Sabar
sendiri terbagi menjadi 3, sabar akan taa’at beribadah, sabar dari musibah dan
sabar dari maksiat. Jika diurai satu persatu, sabar akan ta’at beribadah
menjadi hal yang terpenting sebagai fundamental kehidupan kita. Sabar dari
godaan syetan yang terus akan menghantui kita, janji syetan untuk menggoda kita
sampai sang matahari tak terbit darri orbitnya. Wasta’inu bissabri wassalah,
Allah sendiri telah mengingatkan kita untuk bersabar dalam melaksanakan
shalat dan serat beribadah pada-Nya.
Sabar
dari musibah yang telah digariskan pada kita, sabar dari kehilangan seseorang,
sabar dari hal yang kita senangi terasa berat jika hal itu hilang. Namun ada
hikmah dibalik musibah yang menimpa kita. Sabar dari maksiat, menjadi tantangan
kita untuk menghindari norma-norma yang tak sesuai agama dan negara dan
menghindari norma-norma yang tak sesuai adat istiadat yang berlaku.
Keridlaan
pun menjadi hal yang urgen untuk kehidupan kita. Ridla akan hal yang Allah
sematkan untuk kita. Sayyidina Ali pun mengungkapkan keridlaan dalam sebuah
syairnya :
رضينا قسمة الجبار فينا
لناعلم وللاعداء مال
Kami
ridla akan pembagian Allah (red.taqdir Allah) pada kita. Kami mempunyai ilmu
dan para musuh mempunyai harta.
Dalam
filosofi jawa pun, ada istilah triman ing pangdum menerima yang telah
Allah bagikan untuk kita. Tak ada yang sia-sia apa yang Allah ciptakan untuk
kita, langit yang biru, lautan yang membentang, hutan yang dihiasi pepohanan
yang hijau menjulang tinggi, keanekaragaman hayati, berbagai karakteristik
manusia yang berbeda pula, pasti tak ada yang sia-sia. Dalam kalam-Nya, Allah
berfirman : Rabbana ma khalaqta hadza bathilan, Ya Tuhan kami tidak ada
ciptaan Engkau yang sia-sia.
Ridla
adalah meninggalkan kemarahan, marah atas kepastian Allah. Ridla pun diartikan menerima
pembagian dari-Nya (triman ing pangdum). Mari kita simak hadits qudsi sebagai akhir melengkapi catatan ini,
من
لم يرض بقضائي ولم يصبر على بلائي ولم يشكر على نعمائي فليتخذ ربا سوائي
Barangsiapa yang tak ridla dengan kepastian-Ku, barangsiapa yang
tak sabar akan ujian-Ku, barangsiapa siapa yang tak syukur akan
nikmat-nikmat-Ku maka carilah Tuhan selain Aku (Allah SWT).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar