Yunani, yang menjadi kiblat
dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang maju, menjadikan sebagai trendmode di
berbagai negara. dari sinilah demokrasi modern tercipta, sistem politik
yang mempunyai cita-cita kesejahteraan
dan kemakmuran.
Demokrasi, sebuah sistem pemerintahan yang
menjadi sebuah impian negara-negara yang menginginkan adanya kesejahteraan
seluruh warga negaranya. Sistem yang diadopsi dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos
yang berarti kekuasaan. Secara bahasa, Demokrasi adalah kekuasaan yang
berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Artinya, bahwa kekuasaan negara
dipegang, dikuasai oleh rakyat bukan parlemen bukan presiden.
Negara yang menjadi wadah
untuk rakyat bisa menikmati hidupnya, neagra yang seharusnya menjadikan tempat
berlindung dari kejahatan yang menghantui, negara sebgai tempat mencari
keadilan, kesejahteran, kemakmuran,
negara yang seharusnya menjadi lautan bagi para penggiat ilmu. Tetorial
wilayah yang Tuhan telah titipkan pada ibu pertiwi, dengan bentangan lautan nan
biru mempesona dipadu dengan hamparan tanah hijau yang menjulang pepohonan tinggi
seakan akan surga Sang Hyang Widi pernah bocor dan menumpahkan ke dalam rahim
Ibu Pertiwi.
Kita sering mendengar,
bahkan sudah menjadi makanan ditengah-tengah keterpurukan dan kelaparan akan
ketidakbederyaan kita untuk kembali bangkit. Kita dihibur untuk menjadi negara
yang kaya negara yang superior, kita dimanjakan dengan istilah gemah ripah
loh jinawe, bentangan lautan dan hamparan hutan dengan berbagai keaneka
ragaman hayati, kita terlalu ternina bobokan oleh hidangan Tuhan sehingga kita
lupa dan terlalu nyenyak tidur sampai lupa akan mentari kehidupan.
Rakyat Indonesia adalah
sebaik-baik ciptaan Tuhan, rakyat Pribumi orang orang yang dalam hatinya
tercipta kesabaran, ketabahan sehingga selama ini kita terdiam, terpaku akan
keadaan bumi Nusantara yang bernama Indonesia Raya-han.
Rakyat diperbudak oleh para
penjilat keringat-keringat rakyat Indonesia, keringat mereka untuk taat
membayar pajak negara demi kesejaheraan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
namun, itu hanyalah mimpi belaka ditengah jutaan rakyat yang menangis akan
sesuap nasi. Mereka para ngabdi negara tak sadar bahwa selama ini justru mereka
menjilati keringat saudaranya sendiri. Mereka para pembantu rakyat(seharusnya)
tak pernah melihat jika diharta yang mereka keruk-korupsi- terdapat harta saudara
sebangsanya.
Ngabdi negara, jabatan yang
diberikan sang Hyang untuk ngamong rakyat, menjaga kedaulatan wilayah,
menyejahterakan seluruh rakyatnya. Namun, kenyataannya terbalik, mereka malah
seperti anak kecil yang berkelahi saat rapat membahas kepentingan rakyat.
Kita bisa melihat bersama, di gedung nan mulia
masih saja terdapat embel-embel partai yang membawa mereka duduk dikursi emas
DPR, DPD, DPRD. Mereka atau justru negara yang lupa akan singkatan dari ngabdi
negara bernama DPR, Dewan Perwakilan Rakyat-bukan Dewan Perwakilan Partai-
kenapa masih harus membawa nama partai saat rapat diparlemen? Seakan-akan
kebijakan negara diatur oleh banyaknya koalisi yang kontra atau pro akan
kebijakan, atau justru sebaliknya oposisi yang ingin merong-rong pemerintahan.
Sejenak para ngabdi negara untuk bisa melepas baju partai, duduk bersama
memikirkan kepentingan negara dan rakyat. Mari sejenak tengok para siswa baru
ketika mereka masuk pada pendidikan yang lebih tinggi, mereka melepas baju yang
telah mengantarkan ke pendidikan selanjutnya. Coba kita tengok, orang yang
beribadah haji, mereka melepas baju kekayaannya, mereka melapas baju
kesayangannya dan mereka hanya memakai dengan beberapa potong lembar kain putih
demi satu kepentingan yaitu haji yang maqbul.
Demokrasi kita selama ini
gagal, rakyat yang seharusnya pemegang kekuasaan justru diwakili oleh
oknum-onum perwakilan partai demi sebuah hidup nafsu yang hedonisme. Rakyat
diwakili oleh para penguasa nafsu jabatan, diperbudak jabatan. Legislatif yang
seharusnya mengawal ekskutif sebagai perwakilan rakyat justru diperbudak oleh
politik. Ekskutif pun tak terlepas oleh partai, para pembantu presiden-menteri-
adalah orang-orang terdekat presiden. Jika kita menelusuri benang merahnya,
semuanya hanya lahir dari partai, untuk partai dan kepentingan kembali
pada partai.
Lantas cita-cita reformasi,
21 Mei 1998 selama ini kemana?Yunani, yang menjadi kiblat
dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang maju, menjadikan sebagai trendmode di
berbagai negara. dari sinilah demokrasi modern tercipta, sistem politik
yang mempunyai cita-cita kesejahteraan
dan kemakmuran.
Demokrasi, sebuah sistem pemerintahan yang
menjadi sebuah impian negara-negara yang menginginkan adanya kesejahteraan
seluruh warga negaranya. Sistem yang diadopsi dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos
yang berarti kekuasaan. Secara bahasa, Demokrasi adalah kekuasaan yang
berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Artinya, bahwa kekuasaan negara
dipegang, dikuasai oleh rakyat bukan parlemen bukan presiden.
Negara yang menjadi wadah
untuk rakyat bisa menikmati hidupnya, neagra yang seharusnya menjadikan tempat
berlindung dari kejahatan yang menghantui, negara sebgai tempat mencari
keadilan, kesejahteran, kemakmuran,
negara yang seharusnya menjadi lautan bagi para penggiat ilmu. Tetorial
wilayah yang Tuhan telah titipkan pada ibu pertiwi, dengan bentangan lautan nan
biru mempesona dipadu dengan hamparan tanah hijau yang menjulang pepohonan tinggi
seakan akan surga Sang Hyang Widi pernah bocor dan menumpahkan ke dalam rahim
Ibu Pertiwi.
Kita sering mendengar,
bahkan sudah menjadi makanan ditengah-tengah keterpurukan dan kelaparan akan
ketidakbederyaan kita untuk kembali bangkit. Kita dihibur untuk menjadi negara
yang kaya negara yang superior, kita dimanjakan dengan istilah gemah ripah
loh jinawe, bentangan lautan dan hamparan hutan dengan berbagai keaneka
ragaman hayati, kita terlalu ternina bobokan oleh hidangan Tuhan sehingga kita
lupa dan terlalu nyenyak tidur sampai lupa akan mentari kehidupan.
Rakyat Indonesia adalah
sebaik-baik ciptaan Tuhan, rakyat Pribumi orang orang yang dalam hatinya
tercipta kesabaran, ketabahan sehingga selama ini kita terdiam, terpaku akan
keadaan bumi Nusantara yang bernama Indonesia Raya-han.
Rakyat diperbudak oleh para
penjilat keringat-keringat rakyat Indonesia, keringat mereka untuk taat
membayar pajak negara demi kesejaheraan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
namun, itu hanyalah mimpi belaka ditengah jutaan rakyat yang menangis akan
sesuap nasi. Mereka para ngabdi negara tak sadar bahwa selama ini justru mereka
menjilati keringat saudaranya sendiri. Mereka para pembantu rakyat(seharusnya)
tak pernah melihat jika diharta yang mereka keruk-korupsi- terdapat harta saudara
sebangsanya.
Ngabdi negara, jabatan yang
diberikan sang Hyang untuk ngamong rakyat, menjaga kedaulatan wilayah,
menyejahterakan seluruh rakyatnya. Namun, kenyataannya terbalik, mereka malah
seperti anak kecil yang berkelahi saat rapat membahas kepentingan rakyat.
Kita bisa melihat bersama, di gedung nan mulia
masih saja terdapat embel-embel partai yang membawa mereka duduk dikursi emas
DPR, DPD, DPRD. Mereka atau justru negara yang lupa akan singkatan dari ngabdi
negara bernama DPR, Dewan Perwakilan Rakyat-bukan Dewan Perwakilan Partai-
kenapa masih harus membawa nama partai saat rapat diparlemen? Seakan-akan
kebijakan negara diatur oleh banyaknya koalisi yang kontra atau pro akan
kebijakan, atau justru sebaliknya oposisi yang ingin merong-rong pemerintahan.
Sejenak para ngabdi negara untuk bisa melepas baju partai, duduk bersama
memikirkan kepentingan negara dan rakyat. Mari sejenak tengok para siswa baru
ketika mereka masuk pada pendidikan yang lebih tinggi, mereka melepas baju yang
telah mengantarkan ke pendidikan selanjutnya. Coba kita tengok, orang yang
beribadah haji, mereka melepas baju kekayaannya, mereka melapas baju
kesayangannya dan mereka hanya memakai dengan beberapa potong lembar kain putih
demi satu kepentingan yaitu haji yang maqbul.
Demokrasi kita selama ini
gagal, rakyat yang seharusnya pemegang kekuasaan justru diwakili oleh
oknum-onum perwakilan partai demi sebuah hidup nafsu yang hedonisme. Rakyat
diwakili oleh para penguasa nafsu jabatan, diperbudak jabatan. Legislatif yang
seharusnya mengawal ekskutif sebagai perwakilan rakyat justru diperbudak oleh
politik. Ekskutif pun tak terlepas oleh partai, para pembantu presiden-menteri-
adalah orang-orang terdekat presiden. Jika kita menelusuri benang merahnya,
semuanya hanya lahir dari partai, untuk partai dan kepentingan kembali
pada partai.
Lantas cita-cita reformasi,
21 Mei 1998 selama ini kemana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar