Rabu, 17 September 2014

Inikah kekuasaan rakyat?

Yunani, yang menjadi kiblat dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang maju, menjadikan sebagai trendmode di berbagai negara. dari sinilah demokrasi modern tercipta, sistem politik yang  mempunyai cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran.
Demokrasi, sebuah sistem pemerintahan yang menjadi sebuah impian negara-negara yang menginginkan adanya kesejahteraan seluruh warga negaranya. Sistem yang diadopsi dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa, Demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Artinya, bahwa kekuasaan negara dipegang, dikuasai oleh rakyat bukan parlemen bukan presiden.
Negara yang menjadi wadah untuk rakyat bisa menikmati hidupnya, neagra yang seharusnya menjadikan tempat berlindung dari kejahatan yang menghantui, negara sebgai tempat mencari keadilan, kesejahteran, kemakmuran,  negara yang seharusnya menjadi lautan bagi para penggiat ilmu. Tetorial wilayah yang Tuhan telah titipkan pada ibu pertiwi, dengan bentangan lautan nan biru mempesona dipadu dengan hamparan tanah hijau yang menjulang pepohonan tinggi seakan akan surga Sang Hyang Widi pernah bocor dan menumpahkan ke dalam rahim Ibu Pertiwi.
Kita sering mendengar, bahkan sudah menjadi makanan ditengah-tengah keterpurukan dan kelaparan akan ketidakbederyaan kita untuk kembali bangkit. Kita dihibur untuk menjadi negara yang kaya negara yang superior, kita dimanjakan dengan istilah gemah ripah loh jinawe, bentangan lautan dan hamparan hutan dengan berbagai keaneka ragaman hayati, kita terlalu ternina bobokan oleh hidangan Tuhan sehingga kita lupa dan terlalu nyenyak tidur sampai lupa akan mentari kehidupan.
Rakyat Indonesia adalah sebaik-baik ciptaan Tuhan, rakyat Pribumi orang orang yang dalam hatinya tercipta kesabaran, ketabahan sehingga selama ini kita terdiam, terpaku akan keadaan bumi Nusantara yang bernama Indonesia Raya-han.
Rakyat diperbudak oleh para penjilat keringat-keringat rakyat Indonesia, keringat mereka untuk taat membayar pajak negara demi kesejaheraan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. namun, itu hanyalah mimpi belaka ditengah jutaan rakyat yang menangis akan sesuap nasi. Mereka para ngabdi negara tak sadar bahwa selama ini justru mereka menjilati keringat saudaranya sendiri. Mereka para pembantu rakyat(seharusnya) tak pernah melihat jika diharta yang mereka keruk-korupsi- terdapat harta saudara sebangsanya.
Ngabdi negara, jabatan yang diberikan sang Hyang untuk ngamong rakyat, menjaga kedaulatan wilayah, menyejahterakan seluruh rakyatnya. Namun, kenyataannya terbalik, mereka malah seperti anak kecil yang berkelahi saat rapat membahas kepentingan rakyat.
 Kita bisa melihat bersama, di gedung nan mulia masih saja terdapat embel-embel partai yang membawa mereka duduk dikursi emas DPR, DPD, DPRD. Mereka atau justru negara yang lupa akan singkatan dari ngabdi negara bernama DPR, Dewan Perwakilan Rakyat-bukan Dewan Perwakilan Partai- kenapa masih harus membawa nama partai saat rapat diparlemen? Seakan-akan kebijakan negara diatur oleh banyaknya koalisi yang kontra atau pro akan kebijakan, atau justru sebaliknya oposisi yang ingin merong-rong pemerintahan. Sejenak para ngabdi negara untuk bisa melepas baju partai, duduk bersama memikirkan kepentingan negara dan rakyat. Mari sejenak tengok para siswa baru ketika mereka masuk pada pendidikan yang lebih tinggi, mereka melepas baju yang telah mengantarkan ke pendidikan selanjutnya. Coba kita tengok, orang yang beribadah haji, mereka melepas baju kekayaannya, mereka melapas baju kesayangannya dan mereka hanya memakai dengan beberapa potong lembar kain putih demi satu kepentingan yaitu haji yang maqbul.
Demokrasi kita selama ini gagal, rakyat yang seharusnya pemegang kekuasaan justru diwakili oleh oknum-onum perwakilan partai demi sebuah hidup nafsu yang hedonisme. Rakyat diwakili oleh para penguasa nafsu jabatan, diperbudak jabatan. Legislatif yang seharusnya mengawal ekskutif sebagai perwakilan rakyat justru diperbudak oleh politik. Ekskutif pun tak terlepas oleh partai, para pembantu presiden-menteri- adalah orang-orang terdekat presiden. Jika kita menelusuri benang merahnya, semuanya hanya lahir dari partai, untuk partai dan kepentingan kembali pada  partai.  

Lantas cita-cita reformasi, 21 Mei 1998 selama ini kemana?Yunani, yang menjadi kiblat dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang maju, menjadikan sebagai trendmode di berbagai negara. dari sinilah demokrasi modern tercipta, sistem politik yang  mempunyai cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran.
Demokrasi, sebuah sistem pemerintahan yang menjadi sebuah impian negara-negara yang menginginkan adanya kesejahteraan seluruh warga negaranya. Sistem yang diadopsi dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa, Demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Artinya, bahwa kekuasaan negara dipegang, dikuasai oleh rakyat bukan parlemen bukan presiden.
Negara yang menjadi wadah untuk rakyat bisa menikmati hidupnya, neagra yang seharusnya menjadikan tempat berlindung dari kejahatan yang menghantui, negara sebgai tempat mencari keadilan, kesejahteran, kemakmuran,  negara yang seharusnya menjadi lautan bagi para penggiat ilmu. Tetorial wilayah yang Tuhan telah titipkan pada ibu pertiwi, dengan bentangan lautan nan biru mempesona dipadu dengan hamparan tanah hijau yang menjulang pepohonan tinggi seakan akan surga Sang Hyang Widi pernah bocor dan menumpahkan ke dalam rahim Ibu Pertiwi.
Kita sering mendengar, bahkan sudah menjadi makanan ditengah-tengah keterpurukan dan kelaparan akan ketidakbederyaan kita untuk kembali bangkit. Kita dihibur untuk menjadi negara yang kaya negara yang superior, kita dimanjakan dengan istilah gemah ripah loh jinawe, bentangan lautan dan hamparan hutan dengan berbagai keaneka ragaman hayati, kita terlalu ternina bobokan oleh hidangan Tuhan sehingga kita lupa dan terlalu nyenyak tidur sampai lupa akan mentari kehidupan.
Rakyat Indonesia adalah sebaik-baik ciptaan Tuhan, rakyat Pribumi orang orang yang dalam hatinya tercipta kesabaran, ketabahan sehingga selama ini kita terdiam, terpaku akan keadaan bumi Nusantara yang bernama Indonesia Raya-han.
Rakyat diperbudak oleh para penjilat keringat-keringat rakyat Indonesia, keringat mereka untuk taat membayar pajak negara demi kesejaheraan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. namun, itu hanyalah mimpi belaka ditengah jutaan rakyat yang menangis akan sesuap nasi. Mereka para ngabdi negara tak sadar bahwa selama ini justru mereka menjilati keringat saudaranya sendiri. Mereka para pembantu rakyat(seharusnya) tak pernah melihat jika diharta yang mereka keruk-korupsi- terdapat harta saudara sebangsanya.
Ngabdi negara, jabatan yang diberikan sang Hyang untuk ngamong rakyat, menjaga kedaulatan wilayah, menyejahterakan seluruh rakyatnya. Namun, kenyataannya terbalik, mereka malah seperti anak kecil yang berkelahi saat rapat membahas kepentingan rakyat.
 Kita bisa melihat bersama, di gedung nan mulia masih saja terdapat embel-embel partai yang membawa mereka duduk dikursi emas DPR, DPD, DPRD. Mereka atau justru negara yang lupa akan singkatan dari ngabdi negara bernama DPR, Dewan Perwakilan Rakyat-bukan Dewan Perwakilan Partai- kenapa masih harus membawa nama partai saat rapat diparlemen? Seakan-akan kebijakan negara diatur oleh banyaknya koalisi yang kontra atau pro akan kebijakan, atau justru sebaliknya oposisi yang ingin merong-rong pemerintahan. Sejenak para ngabdi negara untuk bisa melepas baju partai, duduk bersama memikirkan kepentingan negara dan rakyat. Mari sejenak tengok para siswa baru ketika mereka masuk pada pendidikan yang lebih tinggi, mereka melepas baju yang telah mengantarkan ke pendidikan selanjutnya. Coba kita tengok, orang yang beribadah haji, mereka melepas baju kekayaannya, mereka melapas baju kesayangannya dan mereka hanya memakai dengan beberapa potong lembar kain putih demi satu kepentingan yaitu haji yang maqbul.
Demokrasi kita selama ini gagal, rakyat yang seharusnya pemegang kekuasaan justru diwakili oleh oknum-onum perwakilan partai demi sebuah hidup nafsu yang hedonisme. Rakyat diwakili oleh para penguasa nafsu jabatan, diperbudak jabatan. Legislatif yang seharusnya mengawal ekskutif sebagai perwakilan rakyat justru diperbudak oleh politik. Ekskutif pun tak terlepas oleh partai, para pembantu presiden-menteri- adalah orang-orang terdekat presiden. Jika kita menelusuri benang merahnya, semuanya hanya lahir dari partai, untuk partai dan kepentingan kembali pada  partai.  
Lantas cita-cita reformasi, 21 Mei 1998 selama ini kemana? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar